Daya Lentur dan Daya Pantul

Ujian dan Respons

Hidup ini seperti menari di atas tali. Keseimbangan adalah segalanya. Terlalu kaku, kita jatuh. Terlalu lentur, kita kehilangan arah.

Saya teringat percakapan dengan seorang kawan lama. “Mengapa hidup terasa begitu berat?” tanyanya. Saya terdiam. Lalu berbisik, “Mungkin karena kita lupa cara melentur. Mungkin karena kita lupa cara memantul.”

Allah sudah memberi tahu kita sejak awal. “Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan” (QS. Al-Baqarah: 155). Ujian itu pasti. Yang tidak pasti adalah respons kita.

Continue reading

Jangan Mati Dulu Sebelum

Diskursus Awal

Kematian adalah diskontinuitas eksistensi yang tidak bisa ditawar. Maut datang tanpa negosiasi, tanpa menunggu persetujuan. Tapi menariknya, Islam mengajarkan bahwa teritori antara hidup dan mati bukanlah segregasi mutlak, ada kontinum amal yang terus mengalir, bahkan setelah jasad menjadi tanah.

Continue reading

Cukup Teori & Teori Cukup

Antara Kitab Suci dan Lemak Kehidupan

Ada lelaki usia 38 tahun yang setiap hari membaca Al-Quran. Tiga juz sehari. Tidak pernah absen. Hafal ayat-ayat tentang kejujuran. Tapi kemarin dia menipu pelanggannya dengan mengurangi timbangan. Ada perempuan 39 tahun yang menangis setiap mendengar ceramah tentang surga-neraka. Tapi dia membentak pembantunya karena secangkir teh terlalu manis. Ada seorang imam masjid yang bergetar ketika membaca doa, tapi menunggak biaya sekolah anaknya karena malas bekerja.

Continue reading

Ketakutan dan Impian: Untukku yang Akan Tua dan Pernah Muda

Kesadaran Awal

Dalam kesendirian malam ini, dengan tubuh yang semakin lelah dan waktu yang semakin terbatas, aku menyadari bahwa hidup ini memiliki dua hal yang selalu beriringan: ketakutan dan impian. Dua hal ini sering datang bergantian, kadang bersamaan, bahkan dalam bentuk yang sama. Ketakutan yang mencekam, dan impian yang menggelora. Kedua-duanya begitu mengatur langkahku, mempengaruhi cara berpikirku, dan bahkan mempengaruhi pilihan-pilihanku. Saat aku menulis ini, aku tidak hanya berusaha memahami ketakutan dan impian yang datang padaku seiring bertambahnya usia, tetapi juga berusaha berbicara kepada diriku yang lebih muda. Sebuah surat untuk diriku yang berusia 15 tahun.

Continue reading