by

Tapi Itu Impian Konyol

Langit sore menggantung rendah,
Rambutku yang memutih mulai berkisah,
Tentang waktu yang perlahan punah.
Namun ada yang tak pernah enyah,
Impian yang terus saja menolak kalah,
Seperti embun yang enggan menguap di pagi yang basah.

Mereka bilang, “Usiamu tak lagi muda!”
Namun di dalam dada,
Masih tersimpan rindu yang tak habis-habisnya,
Pada jahitan angan yang tak pernah selesai kurenda,
Meskipun hujan telah berulang kali menghapus jejaknya.

Langkahku kini pelan,
Seperti daun gugur yang berjalan.
Namun tak ada yang tahu,
Bahwa di dalamnya ada irama tabu,
Menuntunku mengejar mimpi berbayang ragu.

Aku tersenyum pada bayangan di cermin yang mulai penat,
Mereka melihat keriput dan waktu yang berkarat.
Tapi aku melihat,
Cahaya kecil yang masih setia mengkilat,
Di sudut hati meski kesempatan tertutup rapat.

Mungkin ini impian konyol di mata mereka,
Tapi dalam kesunyian malam gelap buta,
Aku berbicara dengan Tuhan alam semesta.
Meminta agar mimpi ini menjadi realita,
Atau setidaknya, menjadi perjalanan penuh makna.

Di senja yang merangkak pergi,
Aku titipkan harap pada angin suci,
Agar impian konyol ini,
Tetap tersimpan rapi,
Di tempat yang tak terjangkau oleh penyesalan diri.

Write a Comment

Comment