(Discalimer: Film Free Solo bukanlah film islami.)
Menonton film dokumenter Free Solo adalah seperti menyaksikan sebuah pencarian hakikat, perjalanan jiwa seorang manusia yang menantang tebing El Capitan tanpa pengaman. Alex Honnold, dengan setiap langkahnya yang telanjang dari tali, mengingatkan kita akan keberanian yang mungkin jarang kita miliki; keberanian untuk memercayai Allah sepenuhnya ketika semua tali dunia terlepas.
Sebagai seorang ayah dan guru, saya merenung. Rasulullah bersabda: “Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya kamu akan diberi rezeki sebagaimana burung-burung diberi rezeki. Mereka pergi pagi hari dengan perut kosong dan pulang sore hari dengan perut kenyang.” (HR. Tirmidzi). Honnold, mungkin tanpa sadar, mengajarkan kita tentang hakikat tawakkal ini, bagaimana ia memercayakan dirinya pada kemampuan yang telah Allah karuniakan, namun tetap berani mengambil risiko tanpa kehilangan kehati-hatian.
Honnold juga mengajarkan kita, bahwa hidup bukan hanya tentang mencapai puncak, tapi tentang memahami setiap langkah yang kita ambil. Allah berfirman, “Barang siapa yang berusaha sungguh-sungguh di jalan Kami, sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69). Ini tentang keberanian melawan ketakutan yang kita ciptakan sendiri. Tentang memahami bahwa jatuh itu adalah bagian dari proses menuju puncak yang lebih tinggi.
Sebagai guru, saya teringat akan bagaimana kita sering kali hanya mengajarkan kenyamanan dan keamanan kepada murid-murid kita. Kita terlalu takut pada kegagalan, terlalu terobsesi pada kesempurnaan. Padahal, hidup bukanlah tentang selalu selamat dan menang, tapi tentang bagaimana kita belajar dari setiap jatuh dan bangun. Ibnu Taimiyyah berkata, “Kebahagiaan hati itu datang ketika seorang hamba menyerahkan segala urusannya kepada Allah dan mengharap ridha-Nya.”
Dan sebagai seorang ayah, saya menyadari, tugas saya bukanlah untuk menjaga anak-anak saya dari semua kesulitan, tetapi mengajari mereka untuk memiliki keberanian menghadapi kehidupan. Sebab, dalam mendaki tebing-tebing kehidupan ini, terkadang kita harus melepaskan pengaman dunia, menggenggam kuat pada tali Allah, dan melangkah dengan penuh keyakinan.
Alex Honnold memilih jalan tanpa tali, tidak karena dia tak kenal takut, tetapi karena dia ingin tahu seberapa jauh ia bisa melangkah. Kita pun, dalam peran sebagai guru dan ayah, harus mengajar anak-anak kita bahwa keberanian sejati bukanlah ketiadaan rasa takut, tapi kemampuan untuk terus melangkah meskipun takut. Ibnul Qayyim al-Jawziyya pernah berkata, “Jiwa yang besar adalah yang memiliki keinginan kuat untuk melakukan kebaikan meski jalan terasa berat.”
Free Solo bukan hanya tentang menaklukkan tebing. Ini tentang menaklukkan ketakutan, tentang berani mengambil jalan yang tampak sulit, dan tentang belajar menyerahkan segalanya kepada Allah ketika semua upaya sudah dikerahkan. Sebuah pelajaran bagi kita semua, bahwa hidup ini adalah pendakian menuju puncak ridha-Nya, dengan setiap langkah yang penuh keyakinan dan tawakkal.