Marie Kondo, seorang wanita Jepang yang terkenal dengan prinsip tidying up-nya, menawarkan gagasan yang lebih dalam dari sekadar kegiatan merapikan. The Life-Changing Magic of Tidying Up adalah buku tentang merapikan benda-benda dalam kehidupan kita, tetapi di balik itu, saya merasa ada pesan yang lebih fundamental bagi kehidupan spiritual.
Sebagai seorang ayah dan seorang guru, saya melihat bahwa merapikan bukan sekadar fisik; ia adalah sebuah langkah untuk membersihkan jiwa, menata perasaan, dan merancang kehidupan dengan hati yang lebih jernih.
Merapikan dan Tazkiyatun Nafs
Dalam Islam, kita mengenal konsep tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa. Merapikan, dalam sudut pandang Marie Kondo, memiliki hubungan erat dengan penyucian jiwa ini. Ketika kita menata rumah, memilah benda-benda yang perlu dan tidak perlu, kita sedang melatih diri untuk melepaskan segala yang bersifat duniawi yang tidak memberi manfaat bagi perjalanan hidup kita.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi). Bukankah dalam rumah kita, banyak sekali benda yang kita simpan hanya karena nostalgia atau nafsu kepemilikan yang sebenarnya tidak memberi manfaat? Hal ini mengajarkan bahwa hidup yang lebih bersih, lebih sederhana, adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari kemelekatan yang membuat hati kita sempit.
Benda-Benda yang Menjadi Simbol Duniawi
Sebagai seorang ayah, saya sering berpikir bahwa memberikan banyak barang kepada anak-anak adalah bagian dari cinta. Namun, Marie Kondo menyentuh satu hal penting: hanya barang-barang yang benar-benar membawa kebahagiaan sejati yang patut kita simpan. Sisanya, adalah beban. Seperti halnya dunia, ia menggoda kita dengan kemewahan yang sesaat, tetapi akan selalu kosong jika tidak berlandaskan pada iman.
Dalam surah Al-Hadid ayat 20, Allah berfirman: “Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak…” Ayat ini mengingatkan bahwa harta benda hanyalah alat, bukan tujuan. Hanya yang benar-benar bermanfaat, yang mengingatkan kita pada Allah, yang layak kita simpan.
Merapikan Rumah, Merapikan Akhlak
Merapikan bukan hanya soal menyingkirkan barang-barang yang tidak berguna, tetapi tentang mendidik diri untuk melepaskan ego. Dalam rumah yang tertata, kita belajar untuk menjaga ketertiban, menjaga akhlak. Sebagai seorang guru, saya melihat bagaimana anak-anak membutuhkan lingkungan yang bersih dan teratur agar mereka mampu belajar dengan fokus. Begitu pula dengan kita sebagai hamba Allah, kita butuh lingkungan yang bersih untuk bisa merasakan ketenangan hati.
Kehidupan yang sederhana dan tertata mencerminkan nilai-nilai yang baik. Seperti dalam kehidupan Rasulullah ﷺ yang sangat sederhana. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik, “Aku tidak pernah melihat Nabi menimbun makanan untuk esok hari.” Beliau hidup dengan cukup, hanya apa yang diperlukan untuk hari itu saja. Hal ini memberikan contoh, bahwa kita harus menghindari gaya hidup yang berlebihan, yang justru membuat kita terperangkap dalam keserakahan.
Rumah sebagai Tempat Ibadah dan Keteladanan
Buku ini juga menyadarkan saya bahwa rumah, bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga tempat ibadah. Sebagai seorang ayah, saya menyadari bahwa anak-anak membutuhkan teladan. Mereka belajar dari apa yang mereka lihat. Jika rumah kita penuh dengan tumpukan barang-barang yang tidak berarti, mereka akan terbiasa dengan konsep hidup yang tanpa aturan, yang seolah-olah mengajarkan mereka bahwa kepemilikan adalah segalanya.
Rumah yang tertata, yang penuh dengan ketenangan, akan mengundang rahmat Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. As-Saff: 4). Keteraturan rumah adalah refleksi dari keteraturan hati dan kehidupan.
Merapikan sebagai Persiapan untuk Kehidupan Akhirat
Pada akhirnya, Marie Kondo mengajarkan seni melepaskan, sebuah seni yang sangat penting dalam Islam. Melepaskan benda yang tidak lagi berguna adalah bentuk latihan untuk menyiapkan diri kita menghadapi kematian, di mana kita akan meninggalkan segala yang kita miliki. Hanya amal, dan bukan benda-benda ini, yang akan menemani kita kelak di alam kubur dan akhirat.
Ibnu Qayyim pernah berkata, “Sesungguhnya hati jika dipenuhi oleh kecintaan terhadap dunia, maka ia tak akan memiliki tempat bagi akhirat.” Membebaskan diri dari dunia, memulai dari merapikan rumah dan benda-benda, adalah langkah kecil untuk membangun kebebasan jiwa.
Menghargai Apa yang Bermakna
Setelah membaca buku ini, saya sadar bahwa merapikan bukan hanya soal benda fisik, tetapi juga tentang merapikan hati. Ia adalah perjalanan spiritual yang mendalam, yang membantu kita mengembalikan fokus kepada apa yang benar-benar bermakna dalam hidup. Hidup dalam keteraturan, dalam kesederhanaan, dalam ketertiban adalah refleksi dari iman yang bersih dan kuat.
Buku ini adalah pengingat, bahwa perjalanan hidup menuju Allah sebaiknya tidak terlalu berat. Maksudnya ialah kita tidak perlu membawa semua barang, cukup yang benar-benar membawa kita lebih dekat kepada-Nya. Semoga Allah memudahkan kita untuk hidup dalam kesederhanaan dan penuh keberkahan.