Dalam setiap langkah kehidupan, sering kali kita terperangkap oleh ilusi “ikuti passion-mu.” Namun, setelah membaca buku So Good They Can’t Ignore You karya Cal Newport, saya teringat betapa pentingnya mengubah cara pandang terhadap pekerjaan dan keahlian. Newport mengingatkan bahwa untuk menjadi luar biasa, bukan passion yang harus kita kejar, melainkan keterampilan yang berharga dan langka. Ia mengajak kita untuk berfokus pada “craftsmanship mindset,” sebuah pola pikir di mana kita terus meningkatkan diri dan keahlian kita hingga kita menjadi sangat baik sehingga tidak bisa diabaikan.
Sebagai seorang ayah dan guru, buku ini membuat saya merenung. Anak-anak saya, murid-murid saya, sering diajari untuk “ikuti passion-mu.” Namun, apakah cukup? Newport seolah berbisik di telinga, “Tidak. Passion datang setelah keahlian.” Jadi, bukan passion yang harus dicari terlebih dahulu, tapi bagaimana membangun keterampilan yang langka dan berharga. Buku ini menyadarkan saya bahwa mengajarkan anak-anak kita tentang tekad dan ketekunan jauh lebih penting daripada sekadar mengejar mimpi yang kadang tak jelas arahnya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang di antara kalian melakukan suatu pekerjaan, maka dia melakukannya dengan itqan (kesungguhan).” (HR. Thabrani). Dalam hidup, kita sering lupa bahwa kesungguhan itulah yang membuat kita dihargai, bukan sekadar cita-cita tanpa aksi nyata.
Lihatlah para sahabat Rasulullah, seperti Umar ibnul Khattab yang menekuni ilmu administrasi hingga akhirnya menjadi pemimpin besar yang adil. Imam Ahmad bin Hambal juga mencontohkan betapa gigihnya beliau dalam menuntut ilmu dan menguasai bidangnya hingga beliau menjadi ulama besar. Mereka tidak mengejar ketenaran atau kesenangan sesaat, melainkan bekerja keras dengan kesungguhan untuk menjadi terbaik dalam apa yang mereka lakukan. Saya teringat pada pepatah lama: “Tangan yang bekerja adalah tangan yang berdoa.” Newport mengajak kita untuk bekerja dengan tekun, karena keterampilan tak datang dari sekadar angan-angan, tapi dari peluh yang jatuh satu persatu. Seorang guru, seorang ayah, harus mengajarkan nilai ini: bahwa menjadi luar biasa itu memerlukan usaha yang luar biasa pula.
Newport dalam bukunya berbicara tentang “keahlian langka.” Dan, memang benar, keahlian seperti itu tak datang dengan mudah; ia memerlukan usaha keras dan istiqamah. Kita harus meyakinkan anak-anak kita bahwa mimpi besar memerlukan kerja keras yang besar pula. Bukan hanya mengikuti hasrat yang sering kali berubah-ubah, tapi menekuni sesuatu sampai ke titik di mana kita menjadi sangat ahli, sehingga dunia tidak bisa lagi mengabaikan kita. Bukankah Allah berfirman, “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu…'” (QS. At-Taubah: 105). Setiap usaha, setiap peluh yang jatuh, adalah saksi bagi semesta. Kita tak bisa berharap untuk menjadi luar biasa tanpa kerja keras yang sepadan.
Menjadi guru adalah menjadi teladan. Bukan hanya berkata-kata tentang kebenaran, tapi menjalani setiap hari dengan keyakinan bahwa kerja keras adalah bagian dari iman. Anak-anak kita, murid-murid kita, mereka perlu tahu bahwa kehebatan tak lahir dari mimpi semata, tapi dari berani berjuang di medan yang tak selalu nyaman. Setiap hari, di ruang kelas atau di rumah, saya berusaha menanamkan kepada anak-anak dan murid-murid saya bahwa untuk menjadi seseorang yang “tidak bisa diabaikan”, mereka harus terus belajar, terus bekerja keras, dan terus memperbaiki diri. Mengajarkan mereka bahwa kegigihan lebih bernilai daripada sekadar nilai di atas kertas.
Refleksi ini menyadarkan saya bahwa tugas kita sebagai orang tua dan pendidik bukan hanya memberikan semangat kosong, tapi mendidik dengan hikmah dan memberikan contoh nyata tentang bagaimana bekerja keras dan berjuang. Kita perlu mengingatkan mereka bahwa hidup ini bukan tentang mengejar passion semata, tapi tentang bagaimana menjadi yang terbaik dalam apa pun yang kita kerjakan, sehingga dunia pun akan menghargai kita, karena Allah sendiri mencintai hamba-Nya yang berusaha dengan tekun dan sungguh-sungguh.
Semoga kita semua dapat terus berusaha dan memotivasi generasi mendatang untuk tidak hanya menjadi orang baik, tapi juga ahli dalam apa yang mereka lakukan, seperti yang diajarkan Islam. Mari kita lanjutkan perjalanan ini, dengan lebih banyak kesungguhan dan lebih sedikit keluhan. Mari kita tanamkan benih keahlian, agar kelak buahnya dapat dinikmati oleh generasi yang lebih baik dari kita. Dan semoga mereka menjadi generasi yang tak hanya “good”, tapi “so good they can’t ignore you.”