Ada hal-hal yang tidak boleh kita lupakan, meski waktu sering kali membuat kita lengah. Buku “Ayat-Ayat yang Disembelih” oleh Anab Afifi dan Thowaf Zuharon adalah pengingat keras akan sebuah luka lama yang menganga di tubuh bangsa ini. Luka yang dihasilkan dari ideologi yang datang dengan wajah ramah, berjanji kesejahteraan, tetapi meninggalkan genangan darah dan kesedihan.
Sebagai seorang ayah sekaligus guru, membaca buku ini seperti membaca kembali bagian-bagian sejarah yang mungkin telah tertutup debu. Dalam catatan sejarah bangsa ini, darah mengalir, air mata berjatuhan. Para kyai, santri, dan penjaga NKRI dibantai dengan kejam oleh mereka yang katanya membawa cahaya kemanusiaan. Tapi justru mereka membawa kegelapan. Itulah komunisme dalam wujud aslinya.
Komunisme, dengan segala kedok kesetaraannya, nyatanya lebih seperti api dalam sekam; ia membakar secara perlahan, menggrogoti akhlak dan iman. Betapa tidak, di balik janji-janji kebebasan, ada penindasan terhadap Islam. Sejarah kelam PKI adalah contoh nyata bagaimana agama dan moral dipinggirkan demi ambisi kekuasaan. “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (QS. Hud: 113). Allah mengingatkan kita untuk tidak condong kepada mereka yang berbuat zalim, apalagi dalam urusan iman dan keadilan. Sekaligus adalah peringatan agar kita waspada terhadap kezaliman, termasuk kezaliman ideologis yang menyelinap dalam pikiran, menghasut manusia dengan janji-janji palsu.
Sebagai guru, saya merasa perlu mengingatkan murid-murid saya akan bahayanya ideologi ini. Jangan sampai kita lengah dan menganggap komunisme sebagai masa lalu yang sudah mati. Ia bisa bangkit dalam bentuk lain, di tengah kesulitan ekonomi, ketidakpuasan sosial, atau kebodohan sejarah. Maka, tugas kita adalah mengajarkan sejarah dengan jujur, mengingatkan generasi muda bahwa ada masa di mana ideologi ini mengancam negeri kita.
Mengajarkan sejarah dengan konteks yang benar bukanlah menabur kebencian, melainkan melindungi generasi mendatang dari racun yang sama. Bahaya ideologi ini harus terus kita waspadai, karena ia datang bukan sekadar dengan senjata, tapi juga dengan cara-cara yang halus dan samar. “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal darah, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Sekali pemikiran sesat ini merangsek masuk ke otak dan hati, akan sangat sulit untuk mengeluarkannya.
Sebagai ayah, saya ingin anak-anak saya mengerti bahwa dunia ini tak selalu ramah. Ada saatnya mereka harus belajar untuk waspada, karena kejahatan bisa datang dengan senyum manis dan kata-kata indah. PKI adalah contoh nyata bagaimana ideologi bisa merusak, merampas, bahkan membunuh. Saya ingin mereka tahu, jangan sampai sejarah kelam itu terulang. Kita tidak bisa lagi berdiam diri dan berharap dunia akan memperbaiki dirinya sendiri. Kita harus aktif menjaga agar anak-anak kita tidak mudah tergoda oleh ideologi-ideologi yang keliru. Perlu ada upaya sadar dari setiap keluarga untuk mengenalkan sejarah, tidak hanya dengan membaca buku teks, tetapi dengan memahami nilai-nilai yang harus dijaga.
Kita juga harus jujur kepada diri sendiri. Jangan hanya menyalahkan ideologi, tapi juga lihat kelemahan kita sendiri. Kita seringkali abai, terlena, dan lupa bahwa nilai-nilai iman harus terus dipupuk, dijaga, dan diperjuangkan. “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6). Inilah tugas kita sebagai orang tua dan pendidik. Jangan sampai anak-anak kita tumbuh tanpa ingatan akan sejarah. Jangan sampai mereka berjalan tanpa pijakan. Mari kita tanamkan dalam jiwa mereka nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Jangan sampai mereka terperangkap oleh ideologi yang pernah membawa kita ke jurang kehancuran. Dan ingatlah, bahwa tugas menjaga mereka bukanlah tugas satu hari, tapi tugas sepanjang hayat.
Semoga, dengan ingatan dan kesadaran ini, kita mampu menjaga cahaya iman dan kebenaran, melawan bayangan gelap yang masih berusaha mengintai di sudut-sudut tak terduga. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. al-Bukhari). Kita bertanggung jawab atas mereka, anak-anak kita, murid-murid kita, untuk terus berada di jalan yang lurus, selaras dengan Al-Quran dan As-Sunnah.