by

Sejarah Gelap Kalender Masehi

Kalender dan Perspektif Islam

Kalender adalah instrumen peradaban. Ia tidak hanya menghitung waktu, tetapi juga mencerminkan ideologi dan nilai-nilai sebuah masyarakat. Dalam Islam, waktu adalah amanah Allah.

Allah telah menetapkan dua belas bulan sejak penciptaan langit dan bumi. Firman-Nya, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah…” (QS. At-Taubah: 36). Namun, kalender yang kini mendominasi dunia, yaitu kalender Masehi, berasal dari akar budaya yang jauh dari nilai-nilai Tauhid.

Kalender Masehi bukan sekadar alat hitung. Ia adalah produk peradaban Romawi yang sarat dengan mitos dan simbol-simbol paganisme. Sebuah warisan yang perlahan-lahan merasuki seluruh umat manusia, termasuk umat Islam.

Sebagai Muslim, memahami sejarah dan makna di balik kalender ini sangatlah penting. Sebab, apa yang kita gunakan sehari-hari mencerminkan pilihan ideologi. Apakah kita sadar bahwa ada narasi lain yang sedang kita ikuti?

Kalender adalah cerminan budaya. Ketika kita meninggalkan kalender Hijriyah dan memilih kalender Masehi, sesungguhnya kita telah menukar warisan peradaban Islam dengan peradaban lain. Ini adalah kehilangan identitas yang tidak boleh dianggap remeh.

Januari hingga Desember: Paganisme di Balik Nama Bulan

Nama-nama bulan dalam kalender Masehi membawa jejak paganisme. Januari berasal dari Janus, dewa bermuka dua yang melambangkan awal dan akhir. Tapi bagi seorang Muslim, hanya Allah yang berhak menjadi awal dan akhir, sebagaimana firman-Nya, “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir…” (QS. Al-Hadid: 3).

Februari adalah bulan penyucian dalam tradisi Romawi kuno. Ritual ini dilakukan melalui festival dan upacara yang bertentangan dengan prinsip Islam. Islam mengajarkan penyucian dosa melalui taubat kepada Allah, seperti sabda Nabi, “Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak pernah berdosa.” (HR. Ibnu Majah).

Maret dinamai dari Mars, dewa perang. Ini mencerminkan budaya kekerasan dalam masyarakat Romawi. Sedangkan Islam menetapkan bulan-bulan haram untuk menjaga perdamaian, “Janganlah kamu menzalimi diri kamu dalam bulan-bulan tersebut.” (QS. At-Taubah: 36).

April hingga Juni adalah parade dewa-dewi Romawi. Mereka melambangkan kesuburan, pernikahan, dan musim semi. Konsep ini bertolak belakang dengan Islam yang menegaskan bahwa semua keberkahan berasal dari Allah semata.

Lalu ada Juli dan Agustus. Dua bulan yang dinamai untuk mengabadikan Julius Caesar dan Augustus. Ini adalah bentuk penghambaan kepada sesama manusia yang dikecam dalam Islam, sebagaimana firman Allah, “Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong.” (QS. Al-Isra: 37).

Romawi, Kekuasaan, dan Manipulasi Kalender

Kalender Julian lahir dari ambisi Julius Caesar. Dia ingin menata ulang waktu untuk kepentingan kekuasaannya. Dengan mengganti kalender lunar menjadi solar, ia menghapus harmoni alam yang sesuai dengan ciptaan Allah.

Augustus melanjutkan proyek ini. Dia memasukkan namanya ke dalam kalender, mengubah bulan keenam menjadi Agustus. Sebuah tindakan yang menunjukkan bagaimana kekuasaan bisa mengklaim waktu.

Dalam Islam, waktu adalah ciptaan Allah yang sakral. Penanggalan Hijriyah mengikuti pergerakan bulan, menyesuaikan dengan ritme alam. Ini adalah bukti keagungan Allah yang menciptakan segalanya dengan teratur.

Kalender Hijriyah juga memiliki nilai spiritual yang mendalam. Ia dimulai dari peristiwa hijrah Rasulullah Muhammad, simbol perjuangan melawan kezaliman. Hijrah bukan hanya perpindahan geografis, tetapi juga perubahan menuju ketaatan kepada Allah.

Namun, kalender Masehi terus mendominasi. Umat Islam secara perlahan meninggalkan Hijriyah, menggantinya dengan sistem yang bertentangan dengan prinsip Islam. Ini adalah bentuk hegemoni budaya yang harus dilawan.

Kristen, Dominasi, dan Marginalisasi Hijriyah

Saat Kekaisaran Romawi menjadi Kristen, kalender Julian diadopsi. Tahun nol ditetapkan berdasarkan kelahiran Yesus Kristus. Ini adalah upaya untuk menggabungkan kekuasaan politik dengan agama.

Kalender Hijriyah, di sisi lain, mulai tersingkir. Ia hanya digunakan untuk kebutuhan ibadah, seperti penentuan Ramadhan dan Idul Adha. Di luar itu, umat Islam lebih banyak bergantung pada kalender Masehi.

Padahal, Hijriyah adalah identitas umat Islam. Penanggalan ini mengingatkan kita pada perjuangan Nabi Muhammad dan para sahabat. Rasulullah bersabda, “Islam akan kembali asing seperti pertama kali datang.” (HR. Muslim).

Kolonialisme budaya memperparah situasi ini. Kalender Masehi menjadi standar global, sementara Hijriyah dipandang sebagai sistem kuno. Ini adalah bentuk dominasi yang mengikis nilai-nilai Islam dari dalam.

Allah berfirman, “Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang yang zalim sehingga kamu disentuh api neraka…” (QS. Hud: 113). Mengikuti kalender yang tidak sesuai dengan prinsip Tauhid adalah bentuk kelalaian yang berbahaya.

Menghidupkan Kembali Kalender Hijriyah

Kalender Hijriyah adalah warisan Rasulullah Muhammad. Ia bukan hanya alat hitung, tetapi simbol perjuangan dan identitas umat Islam. Setiap bulannya memiliki makna spiritual yang mendalam.

Menghidupkan Hijriyah adalah langkah menuju kebangkitan. Ini adalah cara untuk merebut kembali identitas dan nilai-nilai Islam yang murni. Rasulullah Muhammad menjadikan hijrah sebagai tonggak peradaban Islam, dan kita harus menjaganya.

Penanggalan Hijriyah juga mengingatkan kita bahwa waktu adalah amanah. Ia tidak bisa dimanipulasi untuk kepentingan kekuasaan. Sebagaimana firman Allah, “Demi masa, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian…” (QS. Al-Asr: 1-2).

Di tengah dominasi kalender Masehi, menggunakan Hijriyah adalah bentuk perlawanan. Ini adalah langkah kecil dengan dampak besar bagi identitas umat. Sebab, waktu adalah saksi atas perjalanan hidup kita.

Mari kembali kepada kalender yang diajarkan Rasulullah Muhammad. Sebab, hanya dengan mengikuti ajaran Islam, kita bisa menjaga kehormatan dan keotentikan iman. Hijriyah adalah cerita tentang waktu yang diridhoi Allah.

Waktu sebagai Amanah

Waktu bukan sekadar angka. Ia adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Kalender Masehi, dengan segala mitos dan simbolnya, adalah warisan yang perlu dikritisi.

Hijriyah adalah cara kita menjaga hubungan dengan Allah. Sebuah pengingat bahwa waktu adalah ciptaan-Nya, bukan alat kekuasaan manusia. Mari gunakan waktu dengan cara yang benar, agar ia menjadi saksi atas keberuntungan kita, bukan kerugian.

Write a Comment

Comment