Dalam perjalanan tumbuh kembang saya, ada momen-momen yang dibentuk oleh hiburan yang saya konsumsi. Kartun seperti Dragon Ball dan Doraemon, komik seperti One Piece—ini semua menjadi bagian dari narasi masa kecil dan remaja saya. Tapi coba renungkan, di balik kisah-kisah seru itu, ada simbol-simbol dan pesan-pesan yang tidak selalu netral. Misalnya, Mr. Satan di Dragon Ball yang menjadi “pahlawan” bumi, atau Devil Fruit di One Piece yang memberikan kekuatan super kepada karakternya. Konsep setan, yang seharusnya menjadi musuh nyata, malah dibelokkan menjadi bagian dari narasi heroik.
Generasi kita mengenal Doraemon bukan hanya sebagai robot kucing dari masa depan, tetapi seolah-olah sebagai “juru selamat” bagi Nobita yang cengeng dan pemalas. Nobita, dalam kelemahannya, selalu meminta bantuan kepada Doraemon, bukan kepada Tuhan. Ini adalah paradoks yang membingungkan, saat kita tahu bahwa ajaran Islam menekankan untuk selalu meminta pertolongan hanya kepada Allah. Dalam dunia hiburan, konsep ini kabur, terdistorsi oleh narasi yang menyelipkan pesan-pesan tersembunyi. Film dan komik tidak pernah netral; selalu ada ideologi di dalamnya.
Ketika nilai-nilai ini bertentangan dengan ajaran Islam, mereka bisa membentuk pemikiran yang salah pada anak-anak kita. Apa yang masuk ke dalam otak dan hati seorang anak, akan menetap dan membentuk kepribadiannya. Dalam Al-Quran, Allah mengingatkan kita: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra’: 36). Ini adalah peringatan untuk menyaring apa yang kita konsumsi, termasuk hiburan.
Di sinilah tantangan bagi para kreator Muslim untuk hadir dengan alternatif yang tidak hanya menghibur tetapi juga mencerahkan, mengajak anak-anak kita untuk menemukan kebenaran dalam kesenangan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Imam Al-Ghazali pernah berkata, “Pendidikan bukan hanya untuk mengisi pikiran, tetapi untuk membangun jiwa.” Maka, mari kita bangun hiburan yang tidak sekadar memanjakan imajinasi, tetapi juga mendidik hati dan jiwa. Agar hiburan yang mereka konsumsi tidak mengaburkan kebenaran, tetapi justru menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab, di balik semua yang kita tonton dan baca, ada ajakan, ada ajaran, ada pemikiran. Dan kita bertanggung jawab untuk memastikan hiburan itu membawa anak-anak kita lebih dekat kepada-Nya, bukan malah sebaliknya.