“Pancasila itu tidak ada,” begitu kata Sujiwo Tejo, seolah mengajak kita menatap bayang-bayang di cermin, melihat sesuatu yang mestinya ada tapi hilang entah ke mana. Kalau Pancasila ada, seharusnya air tak perlu dibayar mahal oleh rakyatnya sendiri. Kalau Pancasila hidup dalam denyut nadi bangsa ini, mengapa biaya BPJS sering kali menjadi jerat bagi mereka yang sudah pmiskin apa? Bukankah air itu pemberian Allah, yang seharusnya mengalir bebas seperti udara? Bukankah sila kelima berbicara tentang “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”?
Mari kita bicara tentang tragedi KM 50, tentang Kanjuruhan, tentang nyawa yang melayang di tangan mereka yang katanya bertugas melindungi dan mengayomi. Adakah di situ “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab?” Tapi nyatanya, hukum sering kali tunduk pada kekuasaan, bukan keadilan. Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya binasanya umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka bila orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya, tetapi bila yang mencuri itu orang lemah, mereka menegakkan hukum atasnya.” (HR. Al-Bukhari).
Lihat pula proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang dibangun di tengah inflasi yang menekan. Apa yang ada di balik pembangunan yang menguras uang rakyat, menggerus hutan, dan menggusur tanah? Di mana sila ketiga, “Persatuan Indonesia,” ketika mereka membangun dengan mengabaikan suara-suara yang keberatan? Bukankah tanah air ini adalah amanah yang harus dijaga? Ibnul Qayyim berkata, “Kerusakan di bumi ini adalah akibat dari tangan-tangan manusia yang tidak amanah.”
Jadi, Pancasila itu ada atau tidak? Jika ada, mengapa kita tidak merasakannya? Mengapa ia hanya terasa di teks, tidak di pasar, di jalanan, di ruang hidup sehari-hari? Mungkin yang ada hanya bayangannya. Mungkin Pancasila adalah utopia yang kita rindukan, tapi belum pernah kita wujudkan. Bukan sekadar kata-kata, tapi nilai-nilai yang sungguh hidup dan bernafas dalam tindakan kita, di setiap kebijakan yang memihak rakyat. Kalau tidak, ya, Pancasila memang tidak ada. Setidaknya, tidak ada dalam kenyataan.