by

Merah Darah di Atas Putih Kesucian; Refleksi G30S/PKI

Saudara-saudara seiman, sebangsa, dan setanah air, izinkan saya membuka tirai pemikiran kita dengan sebuah refleksi yang menusuk ke jantung persoalan. Kita, sebagai bangsa yang berdiri di atas pondasi Ketuhanan Yang Maha Esa, senantiasa dihadapkan pada ujian ideologis yang tak kunjung usai. Salah satu hantu yang terus mengintai dari balik kegelapan sejarah adalah komunisme, sebuah doktrin yang telah membuktikan dirinya sebagai antitesis dari nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan yang kita junjung tinggi.

Bahaya Ideologi Komunis dari Sudut Pandang Islam

Komunisme, yang berakar dari filsafat materialisme dialektis Karl Marx, mengingkari keberadaan Tuhan dan mengutamakan pendekatan materialis dalam segala hal. Hal ini sangat kontradiktif dengan nilai-nilai inti Islam, yang menjadikan keimanan kepada Allah sebagai pilar utama kehidupan manusia.

1. Pengingkaran terhadap Eksistensi Tuhan

Komunisme secara terang-terangan menolak adanya Tuhan. Dalam manifesto komunis yang disusun oleh Marx dan Engels, agama disebut sebagai “candu masyarakat” (opium of the masses). Mereka menganggap agama hanyalah alat kontrol yang digunakan untuk menindas kelas bawah oleh kelas atas. Ide ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang memandang Allah sebagai pencipta alam semesta dan sumber segala sesuatu.

Islam tidak hanya mengakui keberadaan Tuhan, tetapi juga menekankan pentingnya penyerahan diri kepada-Nya sebagai inti dari kehidupan manusia. Dalam Al-Quran, Allah berfirman:

“Dan jika kamu bertanya kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? Tentu mereka akan menjawab: Allah, maka mengapa mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).”
(QS Al-Ankabut: 61).

2. Penghapusan Hak Milik Pribadi

Salah satu prinsip utama komunisme adalah penghapusan kepemilikan pribadi dan pengalihan semua aset kepada negara. Dalam sudut pandang Islam, kepemilikan pribadi diakui sebagai hak yang sah, namun dengan tanggung jawab sosial yang besar. Al-Quran mengakui kepemilikan, tetapi memberikan aturan moral tentang bagaimana harta harus digunakan.

Dalam Al-Quran, Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta mereka yang ada dalam kekuasaanmu, yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
(QS An-Nisa: 5).

3. Penolakan terhadap Keadilan Tuhan

Komunisme menekankan pertarungan kelas antara “borjuis” (pemilik modal) dan “proletariat” (pekerja). Dengan mengusung revolusi sebagai metode untuk menghancurkan tatanan sosial yang ada, komunisme menolak konsep keadilan Tuhan (Allah). Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia di dunia ini adalah ujian, dan keadilan Allah akan ditegakkan di akhirat. Oleh karena itu, segala bentuk ketidakadilan atau penindasan harus ditangani melalui mekanisme yang adil dan damai, bukan dengan revolusi yang penuh kekerasan.

Allah berfirman dalam Al-Quran:

“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
(QS Al-Maidah: 8).

Bukti Pemberontakan PKI di Indonesia

Wahai para pencari kebenaran sejarah, marilah kita bersama-sama menyelami lautan fakta untuk mengurai benang kusut pemberontakan PKI yang telah menorehkan luka mendalam pada tubuh bangsa ini. PKI, bagaikan ular berbisa yang bersembunyi di balik rerumputan, telah berkali-kali mencoba menghujamkan taringnya ke jantung Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pertama, mari kita telusuri jejak berdarah PKI dalam Peristiwa Madiun 1948. Pada 18 September 1948, di bawah komando Musso, PKI melancarkan kudeta berdarah di Madiun. Mereka menculik dan membunuh para pejabat pemerintah, tokoh agama, dan warga sipil yang tidak bersalah. Sejarawan Asvi Warman Adam mencatat, “Pemberontakan PKI Madiun 1948 adalah bukti nyata pengkhianatan PKI terhadap negara yang baru merdeka.”

Kedua, kita tak bisa melupakan tragedi berdarah G30S/PKI 1965. Pada dini hari 1 Oktober 1965, PKI melancarkan kudeta berdarah dengan menculik dan membunuh enam jenderal senior TNI AD dan seorang perwira pertama. Mayat para jenderal tersebut dilempar ke dalam sumur tua di Lubang Buaya. Jenderal A.H. Nasution, yang lolos dari penculikan, menuturkan dalam memoarnya: “PKI telah melakukan pengkhianatan terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia.”

Ketiga, jangan lupakan pula pemberontakan PKI di berbagai daerah seperti di Blitar Selatan pada 1968. Meski sudah dilarang, sisa-sisa PKI masih berusaha bangkit dan melakukan perlawanan bersenjata. KH. Muhammad Hasyim Asy’ari pernah memperingatkan: “Waspadalah terhadap orang-orang yang mengatasnamakan rakyat, padahal mereka hanya mementingkan diri sendiri.” Peringatan ini seolah ditujukan kepada PKI yang selalu mengklaim memperjuangkan rakyat, padahal nyatanya hanya menebar teror dan kehancuran.

Cara Menangkal Kebangkitan PKI

Kita mesti ingat bahwa ancaman kebangkitan PKI bukan semata soal organisasi atau politik. Ini adalah tentang cara pandang hidup, tentang bagaimana manusia memperlakukan sesamanya dan bagaimana ia memandang dunia ini.

1. Keadilan sebagai Kunci Mencegah Kebangkitan

Dalam ajaran Islam, keadilan adalah pondasi peradaban. Rasulullah SAW diutus bukan hanya untuk menyampaikan wahyu, tetapi juga untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat yang dikuasai oleh kezaliman. Islam memerintahkan setiap pemimpin, setiap anggota masyarakat, untuk bersikap adil, memberikan hak kepada yang berhak, dan tidak menzalimi siapa pun, baik dengan kekuasaan maupun kekayaan.

Keadilan ini tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga soal akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan hidup yang layak. Jika masyarakat merasa mendapatkan apa yang menjadi haknya, mereka tidak akan mudah terjerumus ke dalam perangkap ideologi yang menipu. Sebab, komunisme datang dengan janji palsu tentang kesetaraan dan pemerataan, padahal sejatinya hanya menggiring manusia kepada kehancuran spiritual dan moral.

2. Akidah: Benteng Pertahanan Utama

Namun, keadilan saja tidak cukup. Komunisme bukan hanya masalah sosial; ia adalah tantangan akidah. Ideologi ini mengingkari eksistensi Allah dan meletakkan materi sebagai satu-satunya realitas. Bagi mereka yang rapuh dalam akidah, godaan seperti ini bisa jadi sangat menghipnotis. Oleh karena itu, membangun benteng akidah yang kuat adalah hal yang utama.

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk senantiasa menyucikan jiwa dan menjaga hati agar tetap tunduk kepada Allah. Dengan akidah yang kuat, kita akan memiliki pandangan yang jelas tentang makna hidup, dan kita tak akan mudah tergoda oleh tawaran-tawaran palsu yang datang dari luar Islam. Komunisme, dengan segala janjinya, hanya akan tampak sebagai fatamorgana bagi mereka yang hatinya dipenuhi cahaya iman.

3. Ukhuwah dan Persatuan Umat

Selain itu, kita juga harus menjaga ukhuwah Islamiyah di tengah umat. Salah satu kelemahan yang sering dimanfaatkan oleh ideologi sesat adalah perpecahan di kalangan umat. Ketika kita tercerai-berai, ketika persaudaraan kita lemah, maka mudah bagi ideologi asing untuk menyusup dan merusak tatanan yang telah kita bangun.

Ketika umat bersatu, ketika kita saling mendukung dan menolong, maka tidak akan ada ruang bagi ideologi-ideologi sesat untuk merusak. Sebab, ukhuwah bukan hanya soal perasaan, tetapi juga soal kekuatan sosial yang dapat melindungi kita dari ancaman apa pun yang datang dari luar.

Pelajaran dari Sejarah dan Filosofi Kekuasaan

Jika kita melihat ke dalam sejarah yang lebih luas, pemberontakan ideologis seperti PKI selalu lahir dari klaim tentang keadilan. Mereka berusaha menciptakan utopia, dunia yang ideal menurut versi mereka. Tetapi sejarah menunjukkan bahwa setiap usaha menciptakan tatanan sosial baru melalui kekerasan, pada akhirnya membawa kehancuran. Mungkin ini yang membuat kita merenungkan kutipan dari George Santayana, seorang filsuf dan sejarawan terkenal:

“Those who cannot remember the past are condemned to repeat it. (Mereka yang tidak dapat mengingat masa lalu akan dikutuk untuk mengulanginya.)”

Indonesia pernah mengalami pahitnya pemberontakan PKI, tetapi apakah kita telah belajar dari pengalaman itu? Mengingat peran ideologi dalam menggerakkan massa, kita harus terus waspada terhadap benih-benih ekstremisme ideologis yang dapat muncul di berbagai bentuk, bahkan di masa kini.

Write a Comment

Comment