Ada sebuah peperangan yang tidak pernah berhenti dalam diri kita. Peperangan yang sering tak terlihat oleh orang lain. Bukan soal harta, tahta, atau dunia yang luas. Tapi soal diri, soal hati, soal perasaan kita terhadap apa yang telah kita capai dan apa yang belum.
Setiap hari, kita bicara dengan diri sendiri. Dialog yang sunyi tapi bermakna. Kadang kita terlalu keras pada diri sendiri, kadang kita begitu ringan dalam menghukum kesalahan kecil. Padahal Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu lupa akan kebaikan di antara kamu.” (QS. Al-Baqarah: 237)
Ini bukan hanya untuk orang lain, tapi juga untuk diri kita sendiri. Kadang kita lupa akan kebaikan kecil yang kita lakukan. Kita abaikan kemenangan kecil yang seharusnya kita syukuri.
Kemenangan yang Sering Tidak Disadari
Kemenangan kecil. Apa itu? Itu saat kita berhasil bangun subuh ketika semua otot tubuh meminta tambahan lima menit lagi. Itu saat kita menahan lidah untuk tidak membalas hinaan. Itu saat kita memilih untuk diam, meski bisa saja kita menang dengan argumen kita. Kemenangan ini, meski tidak mendapat sorak-sorai dari siapa pun, adalah bagian dari hidup kita.
Kita sering terlalu keras pada diri kita sendiri. Menang atau kalah, kita hitung dari seberapa besar hasil yang kita raih. Seberapa banyak pujian yang kita terima. Tapi apakah itu adil?
Padahal Allah telah berfirman:
“Dan tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Kita diberi tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kapasitas kita. Tidak lebih, tidak kurang. Dan setiap langkah kecil menuju kebaikan adalah bagian dari takdir yang Allah tetapkan untuk kita. Kita tidak harus selalu menilai diri dari standar orang lain. Cukup dari diri kita yang kemarin.
Kita sering lupa, bahwa diri kita butuh apresiasi. Kita lupa bahwa setiap detik, ada perjuangan kecil yang kita menangkan. Padahal kemenangan besar itu lahir dari kumpulan kemenangan kecil. Tapi kenapa kita begitu jarang merayakannya?
Bukankah Allah juga mengatakan:
“Dan Dia memberimu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya.” (QS. Ibrahim: 34)
Nikmat itu banyak. Termasuk kemenangan-kemenangan kecil yang sering kali luput kita syukuri.
Perang Besar di Diri yang Kecil
Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan standar-standar yang diciptakan oleh orang lain. Kita dibandingkan dengan teman-teman yang sudah punya rumah, mobil, atau karier cemerlang. Padahal, perjuangan kita berbeda. Jangan sampai kita terjebak dalam permainan standar orang lain. Hidup kita punya jalannya sendiri, punya kecepatannya sendiri.
Ali bin Abi Thalib pernah berkata:
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Dan timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbang.”
Dengan kata lain, nilai diri kita berdasarkan standar diri kita sendiri. Apa yang sudah kita lakukan kemarin? Apakah hari ini lebih baik? Jika iya, meski hanya sedikit, maka itu sudah kemenangan. Kemenangan yang hanya kita dan Allah yang tahu.
Apresiasi dan Syukur: Dua Sayap Kemenangan
Kita adalah dua entitas dalam satu tubuh; fisik dan jiwa. Setiap hari, kita melakukan dialog dengan diri sendiri. Setiap detik, kita berbicara dalam hati, menilai diri, mengkritik, atau bahkan memuji. Ini yang disebut self-talk.
Sayangnya, kita lebih sering menjadi kritikus yang kejam daripada apresiator. Padahal diri kita butuh apresiasi, bukan hanya dari orang lain, tapi dari diri sendiri. Coba ingat, kapan terakhir kali kita berkata kepada diri sendiri, “Kamu sudah hebat hari ini”? Apakah pernah? Jika belum, mulailah. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Syukur tidak hanya berarti berterima kasih kepada orang lain, tapi juga berterima kasih kepada diri sendiri. Menghargai usaha yang telah kita lakukan.
Saat kita menghargai diri sendiri, kita memberi tempat bagi jiwa untuk tumbuh. Menjadi apresiator terbaik bagi diri sendiri bukanlah kesombongan. Itu adalah bentuk syukur. Bukankah Allah berjanji di QS. Ibrahim: 7, bahwa dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah?
Ada perkataan indah dari Al-Hasan Al-Bashri:
“Sesungguhnya dunia itu hanyalah tiga hari: Kemarin yang telah berlalu, hari ini yang sedang kita jalani, dan esok yang belum tentu kita temui.”
Maka syukurilah hari ini. Apresiasi kemenangan kecil yang kita raih hari ini, karena mungkin esok belum tentu kita bisa melakukannya lagi.
Menjadi Kritikus Diri yang Bijak
Kunci dari self-growth adalah menjadi apresiator dan kritikus terbaik bagi diri sendiri. Keduanya harus seimbang. Jika hanya menjadi kritikus, kita akan terjebak dalam keputusasaan. Jika hanya menjadi apresiator, kita akan terjebak dalam zona nyaman. Perlu ada keseimbangan.
Jangan terlalu keras, tapi juga jangan terlalu lunak. Kita perlu menilai diri dengan bijak. Jika ada yang salah, kita perbaiki. Jika ada yang baik, kita teruskan.
Rasulullah ﷺ pernah berkata:
“Orang yang cerdas adalah yang menundukkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Dan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah.” (HR. At-Tirmidzi)
Maka menilai diri sendiri adalah bentuk kecerdasan. Kita harus tahu kapan harus menegur diri sendiri dan kapan harus memberi penghargaan. Semua harus seimbang, semua harus adil.
Menang Itu Sebuah Proses
Kemenangan kecil adalah proses. Ia bukan tentang satu puncak besar yang sekali tercapai, selesai sudah. Tapi ia tentang perjalanan sehari-hari. Setiap detik, setiap keputusan, setiap langkah adalah bagian dari kemenangan yang terus bertambah.
Lihatlah alam. Bintang tak akan bersinar tanpa malam. Dan padi tak akan tumbuh tanpa hujan yang terus-menerus. Begitu juga diri kita. Jangan anggap remeh langkah-langkah kecil kita hari ini. Karena itu adalah pondasi untuk sesuatu yang lebih besar.
Allah berfirman:
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talaq: 2-3)
Kemenangan kecil itu ibarat rezeki yang datang tanpa diduga. Rezeki tidak hanya soal materi, tapi juga soal ketenangan jiwa dan kepuasan diri.
Kita tidak perlu melompat jauh, cukup satu langkah lebih baik dari hari kemarin. Dan itu sudah lebih dari cukup.
Keikhlasan: Inti dari Kemenangan
Setiap amal, setiap kemenangan, haruslah dilandasi keikhlasan. Apa pun yang kita lakukan, sekecil apa pun itu, jika dilandasi niat tulus karena Allah, maka itulah kemenangan sejati. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk menyembah Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Keikhlasan adalah inti dari segala amal. Tanpa keikhlasan, kemenangan hanya sebatas formalitas. Sebaliknya, dengan keikhlasan, bahkan kemenangan kecil pun bernilai besar di sisi Allah.
Menang Kecil, Menang Sejati
Kemenangan kecil tidak memerlukan pengakuan dari orang lain. Ini adalah kemenangan pribadi antara kita dengan Allah. Kita yang tahu betapa sulitnya shalat subuh tepat waktu, kita yang merasakan betapa beratnya menutup mulut saat bisa membalas. Tapi Allah tahu, dan itulah yang penting.
Kemenangan kecil ini, saat kita kumpulkan, adalah jalan menuju kemenangan besar. Sebuah proses yang terus berjalan, tanpa henti, hingga ajal menjemput. Dan di saat itulah, kita akan tahu bahwa setiap langkah kecil yang kita ambil, setiap kemenangan kecil yang kita raih, akan membawa kita kepada ridha Allah yang sejati.