by

Karnaval Kelaparan dan Statistik Kematian

330 hari telah berlalu. Gaza Palestina masih berdarah, masih berteriak dalam sunyi, dan kita, di sini, hanya mampu melihat, mendengar, dan merasa tak berdaya. 35 ribu jiwa telah musnah, nyawa yang seharusnya hidup seperti kita, dibantai dalam ketidakadilan. Bayangkan, seluruh penduduk Sabang di Aceh tiba-tiba hilang, tak tersisa satu pun. Hampir 80 ribu orang terluka, seperti seluruh kota Sibolga, Sumatera Utara, jatuh tersungkur dalam derita yang tak terbayangkan.

Di bumi Al-Quds, 67% korban adalah wanita dan anak-anak. 70 ribu ton bom telah dimuntahkan oleh zionis yahudi israel dan sekutunya, dua kali lebih besar dari yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. 2 juta jiwa kelaparan, 20% dari mereka tidak makan seharian penuh. Namun, angka-angka ini hanyalah statistik yang dingin. Mereka tidak hidup dalam kesadaran kita, hanya bergerak dalam layar berita, menjelma menjadi angka-angka mati.

Allah berfirman, “Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya…” (QS. Al-Maidah: 32). Tapi, di mana suara kita? Di mana pemimpin-pemimpin yang katanya melindungi hak asasi manusia? Di mana umat Islam, berjumlah 2 miliar lebih, ketika anak-anak Gaza menangis mencari ibunya, ketika ibu-ibu Gaza menggenggam tangan anaknya yang dingin? Kalau kita diam, di manakah persaudaraan itu? Kalau kita tidak bersuara, di manakah iman kita? Kalau hanya bisa menonton, di manakah hati nurani kita?

Sayangnya, kita menyaksikan genosida ini seakan sedang menonton sebuah dokumenter kemanusiaan yang disiarkan live 24 jam tanpa jeda. Dunia seakan membisu, tak ada pembelaan dari Timur maupun Barat. Ironi ini menusuk. Dunia yang katanya memuja hak asasi manusia, justru membiarkan kejahatan ini berlanjut. Dan kita, umat Islam, masih sibuk dengan urusan-urusan kecil, sementara saudara-saudara kita di Baitul Maqdis dibunuh terang-terangan.

Kita lupa bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum Muslimin, maka dia bukanlah bagian dari mereka.” (HR. Muslim). Kita sibuk dengan urusan kita sendiri, dengan kenyamanan yang kita nikmati, sementara Baitul Maqdis berlumuran darah. Jika kita hanya diam dan menonton, apa bedanya kita dengan mereka yang telah mati rasa? Jangan biarkan hati kita beku; bergeraklah untuk membela, setidaknya dengan doa, dengan perhatian, dengan apapun yang kita bisa. Jangan biarkan Gaza Palestina sendirian di tengah karnaval kelaparan dan statistik kematian ini.

Pembantaian ini adalah panggilan untuk kita bangkit, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata. Karena jika tidak, sejarah akan mencatat kita sebagai generasi yang diam saat kebenaran diinjak-injak. Kita hanya menonton, hanya berbisik dalam doa, sambil berharap dunia akan berubah. Tetapi, kita tahu, perubahan tidak datang dari diam. Dan Gaza, mungkin hanya tinggal dalam ingatan, sebagai tempat di mana kemanusiaan diuji, dan kita memilih untuk tidak lulus.

Write a Comment

Comment