by

Hello, Fear!

Takut gagal.
Takut kecewa.
Ya, rasa itu datang tanpa diundang. Menerobos pikiran, membuat jantung berdegup kencang. Kamu ingin melangkah, tapi ketakutan menarikmu mundur. Apa jadinya kalau gagal? Apa jadinya kalau semuanya tidak sesuai rencana? Pertanyaan-pertanyaan ini menghantam keras, seperti gelombang di lautan. Tapi, ijinkan saya bertanya balik: “Apa yang akan kamu lakukan seandainya kamu yakin kamu tidak akan gagal?”

Seandainya tidak ada kegagalan yang harus ditakuti, mungkin kita semua akan berani bermimpi lebih besar. Namun, pada kenyataannya, kita sering kali tersangkut dalam jeratan rasa takut. Takut akan kegagalan, takut akan penyesalan, takut akan kekecewaan. Rasa takut itu membunuh perlahan, seperti racun yang mengalir tanpa suara. Akibatnya, kita hidup setengah-setengah. Hidup segan, mati tak mau.

Membunuh Impian dengan Rasa Takut

Terkadang, kita lupa.
Lupa bahwa rasa takut adalah bagian dari perjalanan menuju impian. Kita biarkan takut membunuh mimpi kita perlahan, dalam senyap. Setiap kali kita mundur, setiap kali kita menunda, mimpi itu semakin jauh. Dan akhirnya, kita larut dalam penyesalan dengan pertanyaan yang tidak pernah terjawab: “Apa yang akan terjadi seandainya dulu aku mencobanya?”

Rasulullah mengajarkan kita untuk terus bergerak, meskipun ada rasa takut. “Barang siapa bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkannya.” (QS. At-Talaq: 3). Di situlah letak kekuatan kita. Bukan pada hilangnya rasa takut, tapi pada keyakinan bahwa apapun yang terjadi, semuanya ada dalam kuasa Allah.

Hidup dengan Rasa Kalah

Apa yang lebih buruk daripada gagal?
Jawabannya: Tidak berani mencoba sama sekali! Hidup dalam rasa takut sama artinya dengan menjalani hidup dalam kekalahan. Kita bergerak, tapi tidak benar-benar hidup. Setiap hari terasa seperti beban, setiap keputusan dipenuhi keraguan. Bahkan, kita mulai menyalahkan takdir, menyalahkan orang lain, seolah-olah mereka yang bertanggung jawab atas kegagalan kita.

Hidup ini seperti berada di tengah gelombang laut.
Terkadang tenang, terkadang menggulung. Tapi anehnya, kita sering memilih diam di tepi pantai, takut terhempas, takut tenggelam. Padahal, laut itu memanggil-manggil. Mimpi-mimpi kita ada di sana, menunggu kita untuk berenang ke arah mereka.

Namun kita memilih untuk berdiri, hanya menatap. Mengapa?
Takut gagal. Takut bahwa ketika kita melangkah, dunia akan runtuh. Takut bahwa kecewa itu nyata, dan mungkin lebih menyakitkan dari yang kita kira. Akibatnya, kita hidup dengan langkah setengah hati. Berjalan, tapi tidak benar-benar maju.

Padahal Allah menciptakan kita dengan potensi besar. “Dan Dia telah menyempurnakan kejadianmu dan memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.” (QS. As-Sajdah: 9). Kita diberi alat untuk bermimpi dan mewujudkannya. Namun, ketika kita membiarkan takut menguasai, potensi itu tenggelam, hilang tanpa jejak. Hati yang seharusnya penuh cahaya, berubah menjadi ruang gelap yang sunyi. Dalam Al-Baqarah: 286, Allah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Jadi, kalau Allah sudah memberi kita kemampuan, mengapa kita membiarkan rasa takut mengubur semua itu?

Rasa Takut Sebagai Teman

Bukankah aneh?
Kita sering menganggap takut sebagai musuh. Kita mengira bahwa dengan melawan rasa takut, kita akan menang. Padahal takut itu sendiri adalah bagian dari kita. Ia menjaga kita dari tindakan yang gegabah lagi sembrono. Ia mengingatkan kita untuk berhati-hati. Rasa takut bukanlah tembok penghalang; ia lebih mirip jalan yang berkelok, membawa kita lebih dekat ke arah yang seharusnya kita tuju.

Takut itu juga semacam cermin. Ia memantulkan apa yang sebenarnya kita inginkan. Semakin kita takut, semakin jelas bahwa hal itulah yang penting bagi kita. Seperti Nabi Musa yang takut menghadapi Fir’aun, namun Allah mengingatkannya, “Janganlah takut, sesungguhnya Aku bersamamu, Aku mendengar dan melihat.” (QS. Taha: 46). Di tengah rasa takut, ada keyakinan yang harus terus bergelora. Bukan untuk mundur, tapi agar terus maju.

Bayangkan, jika Nabi Musa berhenti di tengah ketakutannya, apakah ia akan menjadi pemimpin besar bagi umatnya? Jika para nabi berhenti pada ketakutan pertama mereka, akankah kita mendapatkan pelajaran hidup dari mereka? Rasa takut yang muncul justru menunjukkan seberapa besar sesuatu itu penting bagi kita. Semakin kita takut gagal, semakin besar kesempatan bahwa itulah impian yang sejati.

Semakin Takut, Semakin Harus Kita Lakukan

Jika kamu merasa takut terhadap sesuatu, mungkin itulah hal yang paling benar untuk dilakukan.
Rasa takut adalah sinyal bahwa kita sedang menuju hal yang besar. Sebuah tantangan yang layak dihadapi. Bayangkan, jika kita selalu memilih aman, apa yang tersisa dari hidup ini? Kita akan stagnan, terjebak dalam rutinitas tanpa arah.

Langkah pertama sering kali yang paling sulit. Tapi jika kita terus menunggu sampai rasa takut hilang, kita tidak akan pernah bergerak. Allah mengajarkan kita untuk bertawakal setelah berusaha. “Maka apabila kamu telah bertekad, bertawakkallah kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 159). Tidak ada jaminan bahwa kita tidak akan gagal. Tapi kita dijamin bahwa setiap usaha yang kita lakukan dengan niat yang benar akan mendapat balasan dari-Nya.

Merangkak Meski Takut

So, hello fear!
Kali ini, aku tidak akan lari darimu. Aku tidak akan membiarkanmu menghentikan langkahku. Kamu ada di sini untuk alasan yang baik, untuk mengingatkanku bahwa aku sedang menghadapi sesuatu yang besar. Kamu hadir untuk memberiku dorongan bahwa jalan ini, meskipun menakutkan, adalah jalan yang harus kuambil.

Jika aku gagal, biarlah itu menjadi pelajaran. Karena yang terburuk bukanlah gagal, tapi tidak pernah mencoba. Rasa takut akan selalu ada. Tapi bersamamu, aku belajar bahwa semakin besar rasa takut, semakin aku tahu bahwa ini adalah jalan yang benar. Karena keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, tapi kemampuan untuk melangkah meskipun takut. Bahkan berani merangkak maju ketika melangkah terasa lebih berat ketimbang menggeser gunung.

Mari kita berteman, rasa takut. Kita akan melangkah bersama, dengan keyakinan bahwa pertolongan Allah ada di setiap langkahku.

Write a Comment

Comment