Indonesia, negeri dengan mayoritas Muslim yang begitu kaya akan nilai-nilai spiritual, adalah amanah besar dari Allah. Namun, ada sebuah ironi yang tidak pernah terhapus dari benak kita. Sejak merdeka hingga hari ini, negeri ini belum pernah memiliki seorang Ibu Negara yang berjilbab. Padahal, bagi umat Islam Muslimah, jilbab adalah simbol kesederhanaan, rasa takut kepada Allah, dan tanggung jawab untuk menjaga amanah yang diberikan. Tapi ketika jilbab tidak tampak dalam lingkar kekuasaan, ini menimbulkan sebuah pertanyaan lebih mendalam: bagaimana mungkin kita mengaku menjunjung tinggi nilai-nilai agama, namun amanah justru hilang dalam tatanan kepemimpinan kita?
Indonesia ini adalah negeri yang diperjuangkan dengan darah, air mata, dan pengorbanan besar oleh para pahlawan. Mereka merebut kemerdekaan dari penjajah kafir seperti Portugis yang menjajah dari tahun 1512 hingga 1602, Belanda yang merampas selama lebih dari tiga abad (1602-1942), Inggris di tahun 1811 hingga 1815, Prancis (1806-1811), dan Jepang dari 1942 hingga 1945. Perang yang panjang, perjuangan yang menghabiskan banyak nyawa, semua demi sebuah amanah: Indonesia merdeka. Tapi apa jadinya jika amanah itu sekarang terasa semakin luntur? Para pahlawan kita dulu berjuang melawan penjajahan fisik, tetapi sekarang kita seolah kalah melawan penjajahan moral berupa korupsi, kebohongan, dan pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat.
Lihatlah apa yang terjadi sekarang. Korupsi merajalela, dan yang menyakitkan, mereka yang berkuasa justru adalah pelakunya. Contoh nyata adalah korupsi di PT. Timah antara tahun 2015 hingga 2020 yang merugikan negara hingga 300 triliun rupiah. Angka sebesar itu, seharusnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang membuat rakyat makin sejahtera. Tetapi, sayangnya, hanya menjadi angin lalu di tangan mereka yang seharusnya menjaga amanah. Kemudian, kasus penyerobotan lahan negara oleh Grup Duta Palma di Riau yang terjadi dari 2003 hingga 2022. Lahan yang seharusnya dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat malah dijarah oleh kepentingan pribadi, dan negara dirugikan hingga 104 triliun rupiah. Ini bukan lagi soal kebocoran, ini adalah penjarahan hak rakyat secara terang-terangan.
Belum lagi, ada kasus besar seperti skandal BLBI pada tahun 1998 yang merugikan negara sebesar 138 triliun rupiah. Saat negara tengah krisis, dan rakyat menderita, sebagian dari mereka yang diberi amanah justru menjadi maling uang negara. Krisis moral dan pengkhianatan amanah ini terus menghantui kita, generasi yang hidup di negeri yang seharusnya merdeka jiwa-raga.
Lebih parah lagi, kita hidup dalam era di mana janji-janji politik lebih sering menjadi angin lalu. Pada tahun 2019, Majalah Tempo menghebohkan publik dengan menampilkan cover Presiden Jokowi yang disandingkan dengan siluet Pinokio—boneka kayu yang terkenal karena kebohongannya. Ironi ini semakin menjadi ketika pada tahun 2024, terbit versi baru dari majalah yang sama dengan judul “Pinokio Jawa.” Di cover ini, tergambar manusia berwarna putih memakai topeng wayang dengan hidung yang panjang, sebuah simbol bahwa kebohongan telah meresap dalam pemerintahan. Lebih menarik lagi, dunia internasional turut merespons. Buku Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia yang terbit pada tahun 2020 adalah bukti bahwa masyarakat global juga melihat adanya kontradiksi besar antara janji dan kenyataan pemerintahan kita. Semua ini adalah cermin dari pemimpin kita, yang seharusnya menjadi perwujudan amanah rakyat, tetapi justru membawa citra yang terdistorsi.
Kita harus menyadari bahwa amanah adalah fondasi dari sebuah negara yang kuat. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji.” (HR. Ahmad). Korupsi yang telah menjadi darah daging di negeri ini bukan hanya soal uang atau kebijakan, tetapi tentang hilangnya rasa takut kepada Allah, hilangnya tanggung jawab, dan penghancuran kepercayaan rakyat terhadap pemerintahannya sendiri.
Ambil contoh proyek-proyek besar seperti Sirkuit Mandalika di Lombok, yang dibangun pada tahun 2021 dengan biaya 2,4 triliun rupiah. Proyek ini seharusnya menjadi kebanggaan nasional, namun yang dirasakan oleh rakyat lokal hanyalah janji-janji kosong tanpa dampak signifikan pada kesejahteraan mereka. Atau, proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang diproyeksikan menelan biaya hingga 486 triliun rupiah hingga tahun 2045. Pertanyaannya, apakah kita bisa mempercayai bahwa proyek sebesar ini akan benar-benar terlaksana tanpa korupsi? Sejarah kita penuh dengan kasus di mana proyek-proyek besar justru menjadi ladang empuk bagi mereka yang tak punya rasa takut kepada Yang Maha Kuasa dan tidak memegang amanah.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58). Amanah dalam Islam bukan hanya soal menjaga harta, tetapi tentang memegang kepercayaan, menjalankan keadilan, dan bersikap jujur dalam setiap tindakan. Tapi jika mereka yang berkuasa terus menerus melanggar amanah ini, bagaimana mungkin kita bisa berharap negeri ini akan menjadi lebih baik?
Bayangkan, dengan anggaran sebesar itu, jika saja dikelola dengan benar, berapa banyak jalan yang bisa dibangun, sekolah yang bisa didirikan, rumah sakit yang bisa melayani rakyat dengan gratis, dan kesejahteraan yang bisa ditingkatkan. Tapi tanpa amanah, angka triliunan rupiah itu hanya akan berakhir di kantong segelintir iblis koruptor. Kita seolah berada di lingkaran setan korupsi yang tak berujung. Setiap proyek yang lahir bukanlah untuk kesejahteraan rakyat, tapi untuk kepentingan pribadi.
Kita harus ingat bahwa Indonesia ini adalah amanah yang diwariskan dari para pahlawan. Mereka tidak berjuang hanya untuk merdeka dari penjajah fisik, tetapi untuk menciptakan bangsa yang berdaulat secara akhlak, di mana keadilan dan amanah ditegakkan. Lalu, di mana amanah itu sekarang? Apakah kita rela mengkhianati mereka yang telah berjuang dengan darah dan nyawa demi kemerdekaan ini?
Kita harus sadar bahwa Indonesia tidak akan sia-sia jika amanah ditegakkan. Seperti kata Umar ibnul Khattab, “Jika seekor keledai jatuh di Irak karena jalan yang rusak, maka aku khawatir akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah mengapa aku tidak memperbaiki jalan itu.” Begitulah amanah seorang pemimpin, bahkan hingga hal kecil sekalipun harus dijaga dengan penuh rasa tanggung jawab.
Indonesia ini bisa menjadi negara besar, tetapi syaratnya adalah amanah yang harus dijalankan. Jika kita terus membiarkan korupsi dan kebohongan merajalela, maka perjuangan para pahlawan, darah yang mereka tumpahkan, semua akan sia-sia. Orang-orang amanah harus kita cari, kita angkat, dan kita dukung, demi menjaga negeri ini agar tidak hilang arah dan terus terpuruk dalam kebohongan. Amanah adalah kunci agar Indonesia tidak sia-sia. Dan tanpa amanah, kita hanya akan menjadi bangsa yang terlihat besar tapi tidak pernah benar-benar besar.