Menjadi dewasa tidaklah datang dengan senyuman semata. Ada luka di sana, ada perih yang tersembunyi dalam setiap langkah. Banyak orang bilang dewasa itu sakit. Ya, mungkin ini pengalaman banyak orang. Tapi lihatlah, dalam sakit itu ada pelajaran yang mendalam. Salah berulang kali, jatuh di lubang yang sama, itu semua adalah bagian dari perjalanan kita sebagai manusia.
Tapi masalahnya bukan di jatuhnya, melainkan di pelajaran yang kita ambil setelah jatuh itu. Apakah ini cara belajar yang buruk? Mungkin. Tapi begitulah hidup.
Kesalahan: Pintu Gerbang Hikmah
Kita sering kali terperosok dalam kesalahan yang sama. Ada yang bilang, “Keledai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali.” Tapi manusia? Kita lebih baik dari keledai. Kita belajar, meski terjerembab di lubang yang sama berulang. Setiap kesalahan adalah pintu gerbang menuju hikmah. Ibnul Qayyim berkata, “Dosa yang membuat seseorang menangis lebih baik daripada ketaatan yang membuat seseorang sombong.” Luka akibat kesalahan mengajarkan kita untuk rendah hati, untuk melihat diri dengan jujur.
Dewasa itu, sebenarnya, adalah proses yang terus-menerus. Kesalahan demi kesalahan hanyalah penanda perjalanan itu. Kita terjatuh, bangkit, terjatuh lagi. Setiap kesalahan memiliki rasa, seperti luka yang terbuka dan kemudian mengering. Memang tidak seorang pun yang menginginkan kesalahan, tapi kita tidak bisa mengelak dari kenyataan bahwa ia adalah bagian dari cara kita menjadi dewasa. Kita harus terus melangkah dengan bekas luka itu.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: “Setiap anak Adam adalah pendosa, dan sebaik-baik pendosa adalah mereka yang bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi). Jadi, setiap kali salah, kita tidak hanya dituntut untuk menyesali, tetapi untuk belajar dan memperbaiki diri. Sakitnya kesalahan itulah yang menandakan bahwa kita masih terus belajar.
Setiap kesalahan, ada harga yang harus dibayar. Kadang hanya rasa malu, kadang rasa sakit yang dalam. Yang remeh temeh membuat kita tersenyum pahit, sementara yang dahsyat membuat kita ingin menghilang dari dunia. Tapi inilah hidup. Tidak ada cara belajar yang sempurna. Salah itu mahal, dan itulah yang membuatnya penting.
Sudut Pandang: Dari Terpuruk Menjadi Tumbuh
Apa yang menyakitkan bisa saja hanya masalah perspektif. Kita bisa memilih melihatnya sebagai kejatuhan yang tak berujung, atau sebagai langkah kecil menuju pribadi baru. Sakitnya kesalahan itu hanya alat ukur dari seberapa jauh kita sudah melangkah. Dalam hidup, ada yang memilih terpuruk, ada yang memilih tumbuh berkembang dengan sederetan luka. Cepat atau lambat kita akan jatuh, tapi jangan sampai lupa untuk bangkit lagi.
Al-Qur’an dalam Surah Al-Baqarah ayat 286 menyebutkan, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Di sini, sakit itu adalah bagian dari beban yang diukur sempurna. Jika kita merasakannya, artinya kita sanggup untuk menghadapinya. Kesalahan adalah bagian dari rencana yang lebih besar, bahkan jika kita tidak selalu bisa melihatnya dengan jelas.
Jika hanya terpuruk pada kesalahan, kita mungkin akan tenggelam dalam penyesalan tanpa ujung. Namun, siapa yang berani mengubah sudut pandangnya, dia akan menemukan cara untuk tumbuh. Kesalahan bukan untuk ditangisi tanpa henti, tapi untuk direnungi. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87).
Dewasa Adalah Soal Menghadapi, Bukan Menghindari
Banyak yang berpikir dewasa itu tentang menghindari masalah. Padahal, dewasa itu tentang menghadapi. Setiap rasa sakit, setiap kesalahan, adalah tantangan. Kita tidak mungkin menjadi dewasa jika selalu lari dari rasa sakit. Karena dewasa bukan tentang seberapa sering kita salah, tetapi tentang bagaimana kita menghadapi setiap kesalahan itu.
Setiap kali kita memilih, kita mengambil risiko. Risiko untuk salah, risiko untuk terluka. Tapi di situlah letak keberanian sejati. Dewasa adalah berani untuk salah, berani untuk belajar dari luka, dan berani untuk terus melangkah meski tahu bahwa di depan sana mungkin ada kesalahan lain yang menunggu.
Seorang bijak pernah berkata, “Tidaklah seorang yang berilmu ditinggikan derajatnya kecuali dia pernah melakukan dosa.” Artinya, mungkin kesalahan yang menyakitkan itu yang akan membuat kita lebih dekat pada diri kita sendiri, lebih dekat pada Allah. Sakitnya salah, pahitnya dosa, bisa jadi pintu menuju kedewasaan yang sebenarnya. Maka jika kita merasa lebih buruk dari keledai yang jatuh di lubang yang sama, jangan khawatir. Karena mungkin itulah cara Allah mengangkat kita dalam ilmu dan hikmah.
Sakit Itu Pertanda Kita Masih Hidup
Sakit itu bagian dari bukti bahwa kita hidup. Jika kita tidak merasakan sakit, mungkin kita sudah mati jiwanya. Dewasa itu bukan tentang tidak lagi merasakan luka. Dewasa itu tentang berani untuk terluka lagi dan lagi, dan tetap melangkah. Setiap luka adalah tanda bahwa kita bergerak. Setiap kali terjungkal adalah tanda bahwa kita berani mengambil risiko.
Jadi, apakah kita lebih buruk dari keledai? Bisa jadi. Tapi ingat, keledai tidak belajar dari kesalahannya. Sedangkan kita, setiap kali jatuh, kita punya kesempatan untuk bangkit dengan lebih banyak pelajaran. Ketika kita salah lagi, terjatuh lagi, ingatlah: tidak ada yang abadi dalam rasa sakit itu. Maka rasa sakit itu bukan untuk ditolak, melainkan untuk diterima dengan kesadaran bahwa di baliknya, ada kebaikan yang sedang dipersiapkan untukmu. Kesalahan adalah pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri.
Hidup Itu Milik Mereka yang Berani Salah
Manusia bilang keledai tidak jatuh dua kali di lubang yang sama, tapi siapa yang peduli? Kita bukan keledai, kita manusia yang punya kemampuan belajar, merenung, dan bangkit kembali. Jika kesalahan itu datang lagi, mungkin pelajaran yang kita butuhkan belum selesai. Dewasa itu bukan soal tidak pernah salah, tetapi soal bagaimana kita merespon kesalahan itu.
Salah itu berani. Salah itu pertanda bahwa kita berani mengambil risiko, berani menghadapi hidup dengan segala ketidakpastian, dan siap untuk belajar dari pengalaman.
Perjalanan menuju kedewasaan tidak pernah berhenti. Setiap fase dalam hidup membawa ujian baru, kesalahan baru, dan tentunya rasa sakit yang berbeda. Tapi justru di situlah letak keindahannya. Dewasa itu adalah perjalanan tanpa titik akhir. Dan setiap kali kita salah, setiap kali kita jatuh, itu adalah tanda bahwa kita sedang menuju kedewasaan yang lebih tinggi.
Jadi, beranilah untuk sakit. Beranilah untuk salah. Karena di balik setiap luka, ada pelajaran berharga yang akan membawa kita lebih dekat kepada kebenaran, lebih dekat kepada Sang Rabb.
Dan pada akhirnya, mereka yang berani sakit, berani untuk benar-benar hidup.