by

Cinta Salah Alamat

Dalam dunia yang serba digital, kita semakin terikat pada kehidupan orang-orang yang tidak pernah kita temui. Siapa mereka? Bintang film, penyanyi, atlet, atau bahkan karakter fiksi. Emosi kita terpaut pada mereka; orang yang hidup di layar, di panggung, di lapangan. Ketika mereka tersenyum, kita bahagia. Ketika mereka menangis, kita ikut bersedih. Cinta kita tersangkut di dunia mereka, sebuah dunia yang sesungguhnya jauh dari realita kita. Mereka hidup di dunia mereka sendiri, terbungkus oleh ketenaran. Dan kita? Kita terjebak di antara sorak-sorai penonton yang tidak pernah terhitung.

Padahal ada ribuan kilometer yang memisahkan kita dari mereka. Dunia selebriti adalah panggung sandiwara, penuh gemerlap, tetapi kita yang duduk di bangku penonton ikut merasakan perasaan mereka. Cinta yang salah alamat ini adalah bentuk keterikatan emosional yang absurd. Ada yang aneh dan menggelikan dari bentuk cinta ini. Apa manfaatnya bagi kita? Bukankah hidup kita sendiri sudah cukup kompleks tanpa menambah beban emosi dari orang lain yang bahkan tidak tahu kita eksis? Mengapa kita begitu terikat pada mereka yang bahkan tidak pernah tahu kita ada?

Mengapa Mencintai yang Tidak Tahu Kita Ada?

Sebagian orang mungkin akan berdalih bahwa cinta pada selebriti, tokoh olahraga, atau karakter fiksi adalah bentuk hiburan semata. Tapi, sesungguhnya, keterikatan emosional semacam ini lebih dari sekadar hiburan. Ini adalah gejala yang mencerminkan betapa kita, sebagai manusia, telah kehilangan orientasi cinta yang benar. Kita menjadi begitu terikat pada kehidupan orang-orang yang tidak pernah peduli pada kita, yang tidak akan pernah memberikan timbal balik pada perasaan yang kita investasikan.

Dalam kehidupan ini, cinta seharusnya tertuju pada sesuatu yang membawa manfaat, baik bagi dunia maupun akhirat kita. Islam mengajarkan bahwa cinta yang benar adalah cinta yang mendekatkan kita pada ridha Allah. Ketika kita mencintai sesuatu yang tidak memberi dampak positif bagi kehidupan kita, maka cinta itu menjadi sia-sia. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau.” (QS. Al-Hadid: 20).

Hidup yang Sudah Berat, Jangan Tambah Beban

Mengapa kita harus membawa drama kehidupan selebriti atau tokoh fiksi ke dalam pikiran dan hati kita? Padahal dalam keseharian, kita sudah berjuang menghadapi berbagai masalah: pekerjaan, keluarga, kesehatan, dan hubungan sosial. Semua ini adalah beban nyata. Tetapi anehnya, banyak dari kita malah memilih menambah beban dengan mengikuti drama kehidupan selebriti. Kita mengadopsi masalah mereka sebagai masalah kita.

Kita mengikuti setiap detail hidup mereka dengan penuh gairah. Padahal mereka hidup dalam realita yang berbeda. Apa yang kita dapatkan dari mengikuti kehidupan mereka? Tidak ada. Hanya ilusi kebahagiaan sementara yang segera hilang ketika layar ponsel dimatikan.

Cinta yang Mengaburkan Realitas

Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan.” (QS. Al-Hadid: 20).

Cinta yang salah alamat ini pada akhirnya mengaburkan realita. Kita menjadi terjebak dalam ilusi yang dibangun oleh dunia hiburan. Selebriti dan tokoh-tokoh fiksi itu hidup dalam realita yang tidak sama dengan kita. Mereka berada di dunia yang penuh skenario, penuh dengan gemerlap palsu, yang dibuat untuk menghibur kita. Kita lupa bahwa dunia mereka tidak nyata, bahwa hidup mereka diatur oleh tuntutan industri hiburan yang manipulatif.

Rasulullah bersabda, “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi). Kehidupan selebriti, dunia olahraga, atau karakter fiksi tidak memberikan manfaat nyata bagi kita. Ketika kita terjebak dalam cinta yang salah ini, kita hanya menambah kabut dalam pandangan kita terhadap realita kehidupan. Dan yang lebih penting, kita lupa bahwa hidup ini memiliki tujuan yang lebih besar.

Mengarahkan Cinta ke Arah yang Benar

Kita sering mencari kepuasan dari hal-hal di luar diri kita. Ketika kita merasa terhubung dengan selebriti atau tokoh fiksi, kita berharap mendapatkan kebahagiaan dari sana. Tapi, apa yang terjadi? Kita hanya mengisi kekosongan sesaat, seperti meneguk air asin di lautan, semakin minum, semakin haus.

Ibnul Qayyim pernah berkata, “Kebahagiaan adalah ketika hati seseorang terpaut pada Tuhannya, bukan pada makhluk-Nya.” Cinta kita harusnya terfokus pada hal-hal yang mendekatkan kita pada Allah, bukan pada kehidupan orang-orang yang tidak memberikan manfaat bagi akhirat kita.

Cinta yang benar adalah cinta yang membawa kebaikan. Cinta yang membangun, yang menguatkan iman dan amal. Cinta yang menjauhkan kita dari kesia-siaan. Beliau juga berkata, Hati yang kosong dari cinta kepada Allah akan diisi oleh cinta kepada selain-Nya, dan itu akan mendatangkan berbagai macam penyakit hati.” Ketika hati kita terisi oleh cinta pada hal-hal yang tidak bermanfaat, hati itu akan lemah dan tidak mampu menanggung beban kehidupan dengan baik.

Sebagai manusia, kita membutuhkan cinta yang tulus, yang berbalas. Cinta pada Allah, cinta pada Rasulullah, cinta pada keluarga, dan cinta pada sesama manusia yang memberikan manfaat. Itulah cinta yang sejati, cinta yang membawa kita pada kebahagiaan yang hakiki.

Menutup Ilusi, Membuka Realita

Mencintai selebriti atau karakter fiksi tidak memberikan manfaat nyata. Ini adalah cinta yang salah alamat. Kita perlu mengarahkan cinta dan perhatian kita pada hal-hal yang lebih berarti. Pada keluarga, teman, atau bahkan hobi yang mendukung perkembangan diri. Atau lebih dari itu, kita perlu kembali mencintai diri kita sendiri dan kehidupan nyata yang kita jalani.

Ingatlah apa yang Rasulullah sabdakan, “Dunia itu adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim). Jangan terpenjara oleh dunia hiburan yang fana. Dunia ini sementara, dan waktu kita sangat terbatas. Jangan habiskan energi untuk sesuatu yang tidak memberi manfaat.

Sudah saatnya kita menutup ilusi yang dibangun oleh dunia selebriti dan fiksi. Sudah saatnya kita mengarahkan hati kita pada hal-hal yang lebih bermakna. Hidup ini singkat, dan kita harus bijak dalam memilih ke mana kita akan menginvestasikan cinta dan perhatian kita.

Cinta yang salah alamat hanya akan menjerumuskan kita pada kesia-siaan. Mari kita kembali kepada cinta yang benar, cinta yang membawa kita lebih dekat pada Allah, lebih dekat pada kebahagiaan sejati. Sebab, hidup ini bukanlah tentang ilusi dan hiburan semata, tetapi tentang mencari ridha Allah dan membangun kehidupan yang penuh makna.

Write a Comment

Comment