by

Celah Untuk Dicela

Pendahuluan

Manusia, sebaik apa pun tindakannya, akan tetap dipandang kurang. Cobalah kamu berbuat sesuatu yang besar. Berbuat yang baik. Memberi yang ikhlas. Maka siap-siap saja, dunia ini akan menilai dengan mata yang setengah sempit, bibir yang melengkung nyinyir. Kamu akan dicela. Bukan cuma oleh musuhmu, tetapi kadang oleh mereka yang kamu panggil kawan.

Aristotle pernah bilang, “Criticism is something we can avoid easily by saying nothing, doing nothing, and being nothing.” Tapi, apakah hidup ini cuma untuk diam dan hilang di pojokan gelap, menghindari semua kemungkinan dicela? Nyatanya, kita bukan benda mati. Kita ini ada untuk bergerak, berkarya, dan di sinilah ujian sejatinya; seberapa teguh kita menyikapi kritik, seberapa cerdas kita membedakan antara mereka yang mengkritik untuk membangun dan yang hanya ingin meruntuhkan.

Kritik sebagai Alat Perbaikan Diri

Kritik itu seperti cermin pecah. Kamu bisa lihat bayangan dirimu di balik serpihan-serpihan yang kadang menyesakkan. Di satu sisi, kritik yang jujur itu memoles kita agar lebih baik. Kamu seperti bercermin di mata mereka yang peduli, mereka yang ingin melihatmu tumbuh, mereka yang mengingatkan bukan karena benci tetapi karena cinta.

Ada ayat dalam Al-Qur’an, “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.” (QS. Al-Maidah: 8). Betapa adilnya Allah mengingatkan. Kritik yang sejati datang dari hati yang adil, dari mereka yang ingin memperbaiki. Seorang bijaksana juga pernah bilang, “Orang beriman adalah cermin bagi saudaranya.” Kalau kamu benar-benar punya teman yang beriman, maka kritiknya adalah berkah. Ia datang untuk mengangkatmu, bukan menenggelamkanmu. Kritik dari mereka yang tulus itu seperti luka kecil yang sembuh, membentuk kulit yang lebih kuat.

Jangan kamu buang kritik dari mereka yang tulus, sebab mereka yang tidak lagi peduli pada dirimu akan diam saja, menontonmu tenggelam tanpa peduli. Bukankah kawan sejati adalah mereka yang berani menegurmu dengan cinta, meski pedih? Kamu harus pandai-pandai memilah, sebab kritik yang baik adalah bimbingan, bukan penghakiman.

Kritik sebagai Cermin Jiwa yang Kerdil

Tapi ingat, kawan. Tidak semua orang yang mengkritik itu punya hati yang jernih. Ada yang datang hanya untuk melihatmu goyah. Mereka itu kadang datang di saat kamu sedang mencapai puncak, berharap dengan satu kalimat, kamu terlempar jatuh ke bawah. Jangan berharap keadilan dari jiwa-jiwa yang kerdil. Dalam setiap tindakannya, bukan kebenaran yang mereka cari, melainkan kepuasan melihat orang lain gagal.

Seorang ahli hikmah pernah mengatakan, “Jika engkau memiliki akal, janganlah engkau sibuk dengan celaan orang.” Dalam setiap kritik ada pantulan dari jiwa si pemberi kritik itu sendiri. Mereka yang hidup dalam kekerdilan hanya akan memberi kritik yang menyempitkan. Kritik mereka itu bukanlah cermin untukmu, melainkan untuk menunjukkan betapa dangkalnya hati mereka. Dan dalam dunia ini, akan selalu ada orang-orang semacam itu. Mereka yang tidak mampu melihat kebahagiaan, selain dari kehancuran orang lain.

Ada kata-kata yang manis tapi palsu, dan ada yang pahit namun jujur. Kritik yang palsu datang dengan kata-kata yang indah, tetapi tujuannya hanya satu: merobek semangatmu. Mereka yang kerdil takut pada kebesaran, sebab bayangannya sendiri terlalu kecil untuk berdiri sejajar denganmu.

Menyikapi Kritik dengan Bijaksana

Jadi, bagaimana kita menyikapi semua kritik ini? Pertama, kenali kritik itu berasal dari mana. Kritik yang tulus mungkin menyakitkan, tetapi di sana ada keikhlasan untuk melihatmu tumbuh. Alihkan dirimu dari kritik yang hanya ingin menjatuhkan. Jangan sibuk dengan nyinyiran yang tidak berujung, sebab mereka tidak tahu jalan yang kamu tempuh, mereka hanya berdiri di tepi, menyorot segala kesalahan.

Ahli ilmu pernah berkata, “Siapa yang bersungguh-sungguh akan memperoleh jalan keluar, dan siapa yang sabar akan memperoleh hasil.” Maka, pilihlah kritik yang mencerahkan, yang menuntunmu pada jalan yang lebih baik. Angkat kepalamu, teguhkan langkahmu. Dunia ini penuh suara, dan kamu harus pandai memilah mana suara yang membimbing, dan mana yang hanya menggoyahkan.

Dan, lebih dari itu, ingatlah bahwa tugasmu adalah berjalan, bukan berhenti hanya karena orang-orang di sekitar mencibir langkahmu. Kritik itu ada untuk membuatmu lebih kuat, bukan malah melemahkan. Kamu harus yakin pada langkahmu, sebab bukan kritik yang menentukan takdirmu, tetapi usahamu sendiri.

Kesimpulan

Akhirnya, kita harus sadar bahwa hidup ini tidak pernah bebas dari kritik. Kamu akan selalu dicela, entah karena kamu diam atau bergerak. Tapi, ingatlah ini: hidup bukan untuk bersembunyi dari kritik, tapi untuk menyikapi setiap kritik dengan bijak. Ambil yang bermanfaat, dan tinggalkan yang penuh nyinyiran.

Tidak perlu takut pada kritik, sebab itu bagian dari perjalananmu. Sebab, Allah menciptakan hidup bukan untuk dilalui dengan gentar, tetapi dengan keberanian. Dan siapa tahu, kritik yang benar-benar jujur itu bisa jadi seperti teguran lembut dari Allah agar kamu selalu berjalan di jalan yang lurus.

Write a Comment

Comment