by

Berapa Harga Istrimu?

Takdir berkelindan indah, seperti untaian cahaya yang menyinari. Sungguh, Allah menciptakan segala sesuatunya dengan perhitungan sempurna. Dia menjadikan kita berpasang-pasangan, agar kita bertemu dengan seseorang yang tidak hanya melengkapi, namun juga menguji dan menguatkan. Lalu, apa yang kita lakukan untuk menghargai anugerah ini?

Menjadi Teman dalam Ketenangan

Istri itu ibarat pelabuhan tempat kita kembali setelah mengarungi ombak perjuangan. Di sanalah hati kita tenang, di situlah jiwa kita merasa damai. Allah telah menyiapkan baginya tugas besar, menjadi tempat kita berlabuh, menjadi cermin ketenteraman. Dalam firman-Nya yang penuh hikmah:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21).

Nikmat ketenangan ini bukan perkara kecil. Betapa banyak yang menginginkannya, namun tidak semua yang mendapatkannya. Jika kita memiliki ketenteraman ini, lalu seberapa kita menghargainya?

Cinta dalam Perbuatan Kecil yang Bermakna

Kadang, cinta tidak perlu kata-kata besar. Ia cukup hadir dalam perbuatan-perbuatan kecil yang selalu konsisten. Perhatian dalam menyeduhkan teh hangat, mengingatkan dengan lembut, atau sekadar menanyakan kabar dengan tulus. Seorang ahli hikmah pernah berkata:

“Orang bijak tidak mengabaikan hal kecil demi meraih yang besar, tapi ia menghargai yang kecil sebagai bagian dari kebahagiaan besar.”

Lihatlah, cinta bukanlah parade gemerlap yang tampak megah. Ia adalah benih-benih kecil yang tumbuh setiap hari, bahkan di tanah yang sederhana. Namun, kita sering lupa menghargainya, seakan cinta itu tidak lebih dari sekadar kebiasaan.

Kekurangan Itu Adalah Rahmat Tersembunyi

Setiap manusia membawa kekurangannya, dan pasangan hidup kita adalah cermin yang memperlihatkannya dengan jelas. Kekurangan istri bukan alasan untuk menghakimi, tapi undangan untuk memahami. Rasulullah mengingatkan kita dengan lembut:

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, karena jika ada perangai yang dia benci darinya, maka akan ada perangai lain yang dia sukai darinya.” (HR. Muslim).

Kekurangan bukan halangan, namun rahmat yang memperkaya jiwa. Justru dalam kekurangan itulah kita diajari untuk menerima dan memperbaiki, untuk saling melengkapi. Sungguh, rahmat Allah itu hadir dalam bentuk yang sering tidak kita pahami.

Kerinduan Mereka yang Masih Menanti atau Telah Kehilangan

Betapa banyak yang merindukan kenikmatan memiliki pasangan hidup. Ada mereka yang masih menunggu dalam penantian panjang, berdoa agar Allah menghadirkan teman hidup. Lalu, ada yang kehilangan, merasakan sunyi yang tiba-tiba menghampiri saat kekasih hatinya pergi. Salah seorang ulama berkata:

“Nikmat yang paling besar adalah hati yang tenang, dan ia tidak akan kau dapatkan dengan harta atau kedudukan.”

Nikmat ini kadang baru terasa saat kita merindukannya. Bagi yang masih sendiri, bersabarlah dengan harapan. Bagi yang telah kehilangan, tenanglah dengan kerelaan. Sesungguhnya, Allah tidak meninggalkan hamba-Nya sendirian dalam kekosongan.

Belajar Mensyukuri Sebelum Waktu Habis

Syukur adalah sikap yang terasa sederhana namun dalam. Syukur itu seperti air, mengalir tanpa disadari, namun menyegarkan. Allah berkata:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).

Mari kita belajar menghargai setiap detik, setiap senyum, setiap perhatian yang datang dari pasangan kita. Jangan tunggu sampai waktu merenggutnya, baru kita menyadari betapa besar nikmat yang telah hilang. Syukur adalah benteng yang melindungi kenikmatan dari tangan-tangan lupa.

Mengambil Hikmah dari Kehidupan Orang Lain

Kita seringkali mencari kebahagiaan yang berlebihan, namun lupa bahwa kebahagiaan itu ada dalam hal-hal yang sudah kita miliki. Ibnul Qayyim berkata:

“Seseorang yang bahagia adalah ia yang mampu memaknai setiap kejadian dalam hidupnya sebagai bentuk kasih sayang Allah.”

Bukankah Allah telah memberikan begitu banyak tanda kasih sayang-Nya? Kita hanya perlu membuka mata hati, melihat dengan ketulusan, dan mensyukuri bahwa Allah sudah memberkahi kita dengan seseorang yang menerima kita apa adanya.

Jadi, Seberapa Berhargakah Pasangan Hidupmu?

Bukan soal harga dalam bentuk materi. Ini soal seberapa dalam kita memahami bahwa pasangan hidup adalah karunia yang tidak tergantikan. Kita tidak perlu menakar nilainya dengan dunia, sebab ia adalah teman abadi, baik di dunia maupun hingga di surga, bi idznillah.

Esai ini adalah renungan bagi kita semua. Sebuah ajakan untuk lebih menghargai, lebih memahami, lebih mencintai. Sebab, pada akhirnya, pasangan hidup adalah bagian dari takdir Allah yang indah. Mari kita rawat takdir ini dengan penuh rasa syukur, sebelum terlambat.

Write a Comment

Comment