Dunia ini panggung besar, di mana aktor-aktornya bermain dalam skenario yang kadang tidak masuk akal. Seperti PKI (Partai Komunis Indonesia), yang sudah dua kali gagal, sekali di Madiun pada tahun 1948 serta sekali lagi di Jakarta dan Yogyakarta pada tahun 1965. Tapi seperti hantu yang tidak mau mati, mereka tetap muncul lagi, bahkan di balik layar politik Indonesia saat ini. Lalu, Zionis Yahudi Israel. Entitas kecil ini, yang jumlahnya hanya seujung kuku dibandingkan umat manusia, malah bisa menguasai dunia. Padahal mereka pernah tercerai-berai, dikejar-kejar, bahkan dihancurkan berkali-kali. Ini seolah mereka paham betul: dunia adalah permainan waktu.
Namun, kita umat Islam seakan seringkali lupa, seolah terpaku oleh peristiwa kecil dan terburu-buru ingin menang. Padahal, janji Allah sudah jelas. “Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 21). Kemenangan itu sudah pasti, namun kita perlu sabar. Dan bukan sabar dalam makna duduk diam menunggu, melainkan sabar yang metodik. Sebuah kesabaran yang terencana, penuh strategi.
Ini yang ironisnya harus kita pelajari dari musuh-musuh kita.
Bangkitnya PKI: Pelajaran tentang Kesabaran
PKI itu ibarat ular yang kehilangan kepala, tapi badannya masih menggeliat. Mereka gagal dua kali, dibantai dan dihancurkan, tapi tidak pernah benar-benar hilang. Bukan karena ideologinya kuat, tapi karena mereka sabar, menunggu momentum. Mereka bermain di balik layar, tidak buru-buru tampil di depan. Mungkin mereka sadar bahwa perjuangan itu tidak instan.
Lihat, mereka menggunakan seni sebagai alat propaganda, masuk melalui ideologi, mempengaruhi bawah sadar pikiran orang-orang. Seolah-olah, mereka telah mempelajari betul sabda Rasulullah: “Kemenangan itu bersama kesabaran.” (HR. Ahmad). Kesabaran mereka itu bukan sekadar menahan diri, tapi merancang taktik, strategi, dan bergerak perlahan, setapak demi setapak, hingga saatnya tiba.
Kita sebagai umat Islam, yang memiliki janji kemenangan dari Allah, mestinya bisa lebih sabar. Tapi sering kali kita kalah karena terlalu emosional, terburu-buru ingin menang, tanpa strategi yang matang. Kita marah, tapi tanpa arah. Umat Islam perlu belajar bahwa sabar itu bukan hanya menunggu, tapi merancang langkah-langkah dengan metodik. Kita butuh blueprint.
Zionis Yahudi Israel: Pelajaran dari Strategi Ratusan Tahun
Zionis Yahudi Israel juga menjadi contoh menarik tentang sabar dan metodik. Bagaimana mereka, setelah tercerai-berai selama ratusan tahun, bisa kembali bersatu dan mendirikan negara Israel di bumi Palestina. Itu bukan terjadi dalam semalam. Bukan pula karena mereka kuat, tapi karena mereka tahu cara bermain. Mereka sabar, dan mereka punya rencana yang terperinci.
Mereka menyusup ke dalam sistem politik dunia, menguasai media, ekonomi, dan pendidikan. Semua ini dilakukan secara metodik, sabar, sedikit demi sedikit, seperti air yang mengikis batu. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad: “Barangsiapa yang menempuh jalan menuntut ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). Ilmu itu alat utama dalam merancang kemenangan. Zionis menggunakan ilmu untuk membangun jaringan dan kekuatan mereka.
Kita, umat Islam, harus belajar dari cara mereka berstrategi. Jangan salah, mereka bukanlah panutan, tapi cara mereka memetakan langkah bisa kita jadikan acuan. Zionis Yahudi Israel menang bukan karena jumlah, tapi karena mereka tahu kapan dan di mana harus menekan. Kita, dengan jumlah yang jauh lebih besar, mestinya bisa mengalahkan mereka jika kita juga sabar dan metodik.
Agenda Pertama: Revolusi Iman
Kita tidak akan bisa menang hanya dengan kekuatan fisik. Umat Islam harus terlebih dahulu memperbaiki akarnya, yaitu iman. Kalau iman kita goyah, seperti pepohonan yang akarnya keropos, kita akan tumbang hanya dengan angin kecil. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka.” (QS. Fushshilat: 30).
Iman adalah pondasi utama. Tanpa iman, kita tidak punya arah. Umat Islam perlu melakukan revolusi iman, kembali kepada ajaran Al-Quran dan As-Sunnah, menyatukan hati sebelum menyatukan fisik. Dalam sejarah, kemenangan Islam selalu didahului oleh kebangkitan iman. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ketika pertama kali membangun masyarakat Islam di Madinah sebelum menaklukkan Makkah. Itu bukan revolusi politik, tapi revolusi iman.
Kita tidak bisa terburu-buru ingin mendominasi dunia jika iman kita sendiri masih goyah. Perjuangan kita harus dimulai dari dalam, memperkuat diri kita, memperkuat komunitas kita, dan memastikan bahwa kita siap secara mental dan spiritual.
Agenda Kedua: Penyatuan Umat Islam
Agenda kedua adalah penyatuan umat Islam. Perpecahan adalah kelemahan terbesar kita. Musuh-musuh kita memahami ini, itulah sebabnya mereka terus memecah-belah kita. Mereka tahu bahwa umat Islam yang bersatu akan menjadi kekuatan yang tidak terkalahkan. Dan kita, sayangnya, terlalu sering terjebak dalam perdebatan yang tidak perlu.
Allah berfirman, “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (QS. Ali Imran: 105). Kita perlu menyatukan visi, menyatukan tujuan. Karena kemenangan Islam tidak bisa diraih oleh kelompok kecil yang terpecah-pecah, tapi oleh umat yang bersatu dalam satu barisan.
Lihatlah bagaimana Zionis Yahudi Israel, meskipun tercerai-berai selama berabad-abad, mampu menyatukan diri mereka di bawah satu tujuan. Mereka bersatu bukan karena mereka satu bangsa, tetapi karena mereka memiliki visi yang sama: mendirikan negara Israel. Sementara kita, yang memiliki satu Tuhan, satu Nabi, dan satu Kitab Suci yang sama, masih terus berpecah-belah. Jika kita bisa menyatukan diri, maka kekuatan kita akan jauh melebihi mereka.
Akhir Cerita: Mereka Pasti Kalah, Kita Pasti Menang
Janji Allah sudah jelas. Musuh-musuh Islam, sebesar apapun kekuatan mereka saat ini, pada akhirnya akan kalah. Zionis Yahudi Israel, dengan segala kekuatan mereka, tidak akan selamanya berkuasa. Partai Komunis Indonesia (PKI), meski terus mencoba bangkit, pada akhirnya akan gagal. Dan kita, umat Islam, akan menang, karena Allah sudah menjanjikan kemenangan bagi orang-orang yang beriman.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi.” (QS. An-Nur: 55). Namun, kemenangan ini tidak datang dengan mudah. Kita harus sabar dan metodik dalam merancang strategi. Kita harus memperkuat iman, menyatukan umat, dan bersiap untuk menghadapi segala tantangan dengan penuh ketenangan.
Jadi, mari belajar dari musuh kita. Bukan untuk mengikuti mereka, tapi untuk memahami bahwa kemenangan itu butuh waktu. Kita harus sabar, strategis, dan penuh perencanaan. Karena pada akhirnya, insya Allah, Islam akan kembali mendominasi dunia, bukan dengan kekerasan, tapi dengan iman yang kuat dan persatuan umat yang kokoh.