One spoon at a time. Itulah ungkapan yang tepat untuk memulai pembicaraan tentang ambisi manusia yang sering kali melompat jauh ke depan tanpa menghitung langkah kecil yang dibutuhkan. Kita sering terjebak dalam optimisme berlebihan tentang apa yang bisa kita lakukan dalam sebulan, tetapi merasa pesimis tentang apa yang bisa kita capai dalam setahun. Mengapa? Karena kita lebih suka memandang gunung daripada batu-batu kecil yang harus dipijak untuk mendakinya.
Mari kita bicara tentang “ikan paus”. Sebuah metafora untuk tantangan besar, ambisi yang tampak terlalu besar untuk ditangani. Kita ingin segera menelan seluruh ikan paus, tanpa menyadari bahwa semua dimulai dari satu suapan kecil. “Dicicil”, seperti mantra yang diulang-ulang, tapi kenyataannya kita sering lupa betapa malas dan mudahnya fokus kita teralihkan. Mengapa? Karena manusia modern lebih senang dengan janji-janji besar, hal-hal instan yang bisa dilihat hasilnya dengan cepat. Tapi hidup tidak seperti itu. Hidup butuh kesabaran, ketekunan, dan sedikit kesadaran untuk menikmati perjalanan, bukan hanya tujuannya. Seperti kata pepatah, “Langkah pertama dari seribu mil adalah satu langkah kecil.”
Dalam ajaran Islam, ada dalil yang menegaskan pentingnya ketekunan dalam upaya kecil namun konsisten: “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang dilakukan secara istiqomah/rutin meskipun sedikit.” (HR. al-Bukhari). Seperti meneguk kopi pahit yang memerlukan waktu untuk merasakan nikmatnya, langkah-langkah kecil pun memerlukan ketekunan dan waktu untuk melihat hasilnya. Tapi kita seringkali tergoda untuk menyerah pada langkah pertama, melihat puncak gunung yang jauh dan lupa bahwa jalan menuju sana dimulai dari satu pijakan kecil. Ini soal konsistensi, bukan kecepatan. Ini soal mengatasi ketakutan kita sendiri terhadap kegagalan, bukan soal mencapai kesuksesan secara instan.
Tapi, kenyataan sehari-hari menampar kita dengan keras. Lihatlah betapa sering kita merencanakan sesuatu yang besar dalam jangka pendek — “Saya akan menyelesaikan proyek besar ini dalam sebulan.” Lalu, seiring berjalannya waktu, fokus kita terpecah, dan hasilnya nihil. Kita mudah tergoda untuk menunda, untuk membiarkan satu gangguan kecil membuat kita keluar jalur. Di sinilah letak kelemahan kita; bukan pada ambisi kita, tetapi pada bagaimana kita mengeksekusinya.
Mengapa kita tidak pernah sadar, bahwa “ikan paus” ini bisa dimakan, satu suapan demi satu suapan? Kita terlalu sering dihantui oleh bayang-bayang ketidakmungkinan, lupa bahwa setiap impian besar dimulai dari satu langkah kecil, satu sendok makan. Ada yang berkata, “Keberanian sejati adalah memulai sesuatu meskipun tahu jalannya panjang dan melelahkan.”
Menyerah bukan solusi, tetapi mengubah cara pandang kita terhadap waktu dan usaha bisa menjadi jawabannya. Kita terlalu takut untuk bersabar, terlalu gelisah untuk menunggu hasil dari langkah-langkah kecil. Kita lupa bahwa pohon besar tumbuh dari benih kecil, dari akar yang menjalar perlahan-lahan ke dalam tanah sebelum akhirnya menembus permukaan. Allah berfirman dalam Al-Quran: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69). Ini adalah janji bahwa setiap usaha, seberapa kecil sekalipun, jika dilakukan dengan ketulusan dan kesabaran, akan berbuah hasil.
Kawan, jangan takut untuk memulai dengan langkah kecil. Sebab, langkah kecil itu adalah doa yang dijawab dengan kesabaran, usaha yang dijawab dengan ketekunan. Mari kita hadapi paus-paus besar dalam hidup kita dengan berani, dengan tenang, dan satu sendok mungil. Dengan cara mencicil, satu suapan demi satu suapan, tanpa kehilangan arah, tanpa kehilangan semangat, sambil terus berpegang pada prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan kebijaksanaan para ulama. Sebab, bukankah kehidupan ini adalah tentang keberanian untuk terus berjalan, meski langkah kita kecil dan lambat?