I. Ateisme sebagai Kriminalitas dari Segi Agama
Ateisme, dalam pengertian yang paling dasar, adalah penolakan terhadap Tuhan. Bukan hanya penolakan terhadap sebuah keyakinan, tetapi penolakan terhadap hakikat dari segala sesuatu yang ada. Seperti halnya seseorang yang memilih untuk tidak percaya pada air karena tak bisa melihat molekulnya, ateisme mencoba menutup mata terhadap kenyataan yang sudah jelas di depan mata: Tuhan itu ada. Dan bila kita berbicara dalam konteks agama, maka kita sedang membicarakan tentang konsekuensi besar bagi setiap orang yang memilih untuk menutup hatinya dari kenyataan ini.
Di dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan penolakan terhadap-Nya bukan sekadar sebagai kesalahan ideologis, melainkan sebuah kejahatan besar. Dalam surat Al-A’raf (172), Allah menyebutkan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu kecenderungan alami untuk mengenal Tuhan. Jika seseorang menutup fitrah ini, bukan hanya dia mengingkari Allah, tetapi juga mengingkari bagian terdalam dari dirinya sendiri. Fir’aun, meskipun akhirnya mengakui Tuhan menjelang ajalnya, tetap tidak diterima pertobatannya. Ada waktu yang telah Allah tetapkan untuk setiap manusia, dan penolakan terhadap-Nya pada waktu yang salah adalah kejahatan yang lebih besar daripada yang bisa dibayangkan.
Ateisme adalah sebuah bentuk pengingkaran yang lebih dalam. Ini bukan sekadar tidak percaya, tetapi juga menganggap bahwa dunia ini hadir tanpa ada yang menciptakan. Allah mengingatkan kita dalam surat Al-Baqarah (164), bahwa dalam penciptaan langit dan bumi, serta segala yang ada di dalamnya, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Ateisme melawan akal sehat. Ia tidak hanya menolak keyakinan agama, tetapi juga menolak akal sehat yang seharusnya membawa seseorang kepada kesimpulan bahwa ada Tuhan yang mengatur alam semesta ini.
Tapi lebih dari itu, ateisme adalah pembangkangan terhadap seluruh tatanan hidup yang sudah diatur oleh Allah. Jika kita mengingkari Tuhan, kita juga mengingkari segala aturan yang menyertainya. Kita bisa melihat betapa dalam kehidupan ini segala sesuatu yang terjadi tidak pernah tanpa sebab yang jelas. Setiap keputusan yang kita ambil selalu ada akibatnya. Tuhan, dengan segala kebijaksanaan-Nya, adalah pengatur dari semua ini. Mengingkari Tuhan adalah mengingkari pengaturan hidup yang sudah ditetapkan-Nya.
Ateisme, dengan cara yang halus, menggiring seseorang untuk melihat dunia ini tanpa keberadaan Tuhan. Itu adalah kriminalitas terhadap agama, karena lebih dari sekadar membalikkan hati, ini adalah penolakan terhadap hukum kehidupan itu sendiri. Dan jika kita terus menerus menutup mata, kita akan terjebak dalam ilusi bahwa kita mengendalikan dunia, padahal segala sesuatu terjadi dengan izin-Nya. Mengingkari Tuhan bukan hanya sebuah kesalahan; itu adalah pengingkaran terhadap hakikat dari segala kehidupan.
II. Ateisme sebagai Kriminalitas dari Segi Sejarah
Sejarah, meskipun sering kali dipenuhi oleh kejadian-kejadian tragis dan perlawanan terhadap kebenaran, tetap menyimpan pelajaran yang dalam. Jika kita melihat sejarah peradaban manusia, kita akan menemukan bahwa setiap kali umat manusia menolak Tuhan, kehancuran selalu mengikuti. Dari kaum Nabi Nuh, hingga peradaban Babilonia, sejarah menunjukkan bahwa pengingkaran terhadap Tuhan adalah awal dari keruntuhan sebuah bangsa. Dan meskipun kita hidup di dunia modern yang tampaknya terpisah dari cerita-cerita kuno ini, kenyataannya, kita tidak terlepas dari pengaruh sejarah itu.
Bahkan orang-orang yang menentang Tuhan pada zaman jahiliyah pun tidak pernah mengingkari eksistensi Tuhan. Abu Lahab dan Abu Jahal, meskipun kafir, tetap tahu bahwa Tuhan adalah Allah, tetapi mereka menentang perintah-Nya karena kesombongan. Ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap Tuhan bukanlah hal baru. Dan meskipun mereka mengenali Tuhan, mereka tetap memilih untuk menentang-Nya karena alasan-alasan duniawi. Di sinilah letak bahayanya: menolak Tuhan bukan hanya sekadar ketidakpercayaan, tetapi sebuah bentuk pemberontakan terhadap tatanan yang sudah ada.
Ateisme, di sisi lain, lebih jauh dari itu. Ia bukan sekadar menentang Tuhan, tetapi mengingkari keberadaan Tuhan itu sendiri. Sejarah mengajarkan kita bahwa kekafiran itu bisa menjadi bencana bagi umat manusia, tetapi ateisme lebih berbahaya karena ia menghancurkan dasar-dasar kepercayaan itu sendiri. Dalam sejarah Islam, kita melihat bagaimana umat yang menolak wahyu dan ajaran Allah berakhir dengan kehancuran. Begitu pula dengan umat-umat terdahulu, yang menghancurkan diri mereka sendiri karena menolak jalan yang benar.
Peradaban Islam, yang bangkit di bawah bimbingan wahyu, menunjukkan bahwa sebuah masyarakat yang mengakui Tuhan dapat berkembang dengan pesat. Namun, sejarah juga mengingatkan kita bahwa setiap kali ada penolakan terhadap wahyu, peradaban itu akan runtuh. Dan meskipun kita tidak lagi hidup di zaman yang sama, kita harus sadar bahwa pengingkaran terhadap Tuhan tetap memiliki dampak yang besar. Negara dan peradaban yang dibangun tanpa dasar ketuhanan pasti akan runtuh, baik dalam hal moral, sosial, dan ekonomi.
Ateisme adalah ancaman yang lebih besar daripada sekadar perlawanan terhadap agama. Ia adalah penghancuran terhadap struktur masyarakat yang telah terbentuk selama ribuan tahun. Kita tidak hanya menentang agama, tetapi kita juga menentang nilai-nilai yang menjadi dasar tatanan sosial kita. Dan jika kita biarkan ateisme berkembang, kita mungkin sedang menggali lubang kehancuran kita sendiri, tanpa kita sadari.
III. Ateisme sebagai Kriminalitas dari Segi Akal Sehat
Akal sehat adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada setiap manusia untuk memahami dunia ini. Ia adalah kemampuan untuk melihat realitas yang ada di sekitar kita dan menarik kesimpulan yang logis. Namun, dalam dunia yang semakin modern ini, kita sering kali dikelabui oleh argumen-argumen yang tampaknya masuk akal, padahal pada kenyataannya, mereka bertentangan dengan akal sehat itu sendiri. Ateisme, dalam pengertiannya yang paling mendalam, adalah bentuk pembodohan terhadap akal sehat manusia.
Di dalam Al-Qur’an, Allah dengan jelas menyebutkan bahwa setiap ciptaan-Nya memiliki tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan-Nya. Dari penciptaan langit dan bumi, hingga pergantian malam dan siang, semuanya berbicara tentang adanya Tuhan yang Maha Kuasa. Jika akal kita jernih, kita akan sampai pada kesimpulan yang satu: bahwa dunia ini tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dalam surat Al-Baqarah (164), Allah berkata bahwa dalam penciptaan langit dan bumi, dalam pergantian malam dan siang, dalam angin dan hujan, ada bukti yang cukup bagi orang-orang yang berakal untuk melihat kebesaran Tuhan.
Ateisme adalah penolakan terhadap akal sehat itu sendiri. Bagaimana mungkin sesuatu yang begitu teratur, begitu sempurna, bisa ada tanpa ada yang mengaturnya? Itu sama halnya dengan mengatakan bahwa sebuah karya seni besar bisa tercipta tanpa seorang seniman. Akal sehat kita menuntut untuk mengenali Sang Pencipta, karena tidak ada yang terjadi tanpa ada yang menciptakan. Menutup akal kita terhadap kenyataan ini adalah bentuk kebohongan terhadap diri sendiri.
Jika kita berbicara tentang ilmu pengetahuan, maka tidak ada yang lebih ilmiah daripada menerima kenyataan bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan. Ilmu pengetahuan tidak pernah mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada, bahkan ilmu pengetahuan itu sendiri bergantung pada hukum-hukum alam yang telah Allah tetapkan. Oleh karena itu, untuk menolak Tuhan adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang menutup akalnya terhadap Tuhan sama halnya dengan menutup mata terhadap kebenaran yang ada di hadapannya.
Ateisme menghalangi manusia untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang dunia ini. Dan lebih dari itu, ateisme menutup jalan bagi kita untuk mencapai kebahagiaan sejati. Karena, pada akhirnya, akal sehat membawa kita untuk menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana Tuhan, dan hanya dengan menerima kenyataan ini kita dapat menemukan kedamaian dalam hidup. Mengingkari Tuhan adalah penutupan terhadap jalan menuju kebenaran.
Jika kita ingin hidup dengan akal sehat, kita harus terbuka terhadap kenyataan bahwa dunia ini adalah ciptaan Tuhan. Kita harus menerima bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan, bahwa segala sesuatu ada karena kehendak-Nya. Ateisme, dengan segala penolakannya terhadap Tuhan, adalah sebuah pembodohan besar yang merusak akal sehat manusia. Dan yang lebih bahaya, itu adalah sebuah pembodohan yang dapat merusak tatanan hidup itu sendiri.
IV. Ateisme sebagai Kriminalitas dari Segi Konstitusi
Indonesia, seperti yang kita ketahui, adalah negara yang dibangun di atas dasar ketuhanan. Pancasila dengan jelas menyatakan bahwa bangsa ini mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Ini bukan hanya klaim simbolis, tetapi pondasi moral yang mendasari segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Negara ini tidak akan bisa berjalan dengan benar jika kita mengabaikan Tuhan. Oleh karena itu, ateisme, yang menolak keberadaan Tuhan, adalah ancaman langsung terhadap konstitusi kita.
Pembukaan UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa negara ini didirikan atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini bukan hanya sekadar kata-kata indah, tetapi sebuah pengakuan bahwa Tuhan adalah sumber dari segala kebaikan dan keadilan. Negara yang tidak mengakui Tuhan adalah negara yang rapuh, yang tidak memiliki pijakan moral yang kuat. Ateisme, yang menolak Tuhan, adalah ancaman bagi keutuhan negara ini.
Bahkan dalam konstitusi negara kita, setiap warga negara dijamin kebebasan untuk beragama. Namun, kebebasan itu tidak berarti kebebasan untuk mengingkari Tuhan. Negara ini dibangun di atas nilai-nilai yang mengakui Tuhan sebagai pusat dari segala hukum dan moralitas. Jika kita biarkan ateisme berkembang tanpa kendali, kita bisa kehilangan arah dan tujuan sebagai bangsa. Negara yang tidak mengakui Tuhan akan kehilangan pondasi moralnya dan akan menjadi negara yang kacau.
Ateisme adalah ancaman bagi tatanan negara yang telah dibangun. Negara ini didirikan di atas dasar keyakinan bahwa Tuhan itu ada, dan kita sebagai umat manusia memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya. Jika kita mengingkari Tuhan, maka kita mengingkari dasar dari seluruh sistem yang ada. Negara ini tidak bisa berjalan dengan benar jika kita menolak Tuhan, karena Tuhan adalah sumber dari semua kebaikan dan keadilan.
Maka, ateisme bukan hanya sebuah pilihan pribadi. Ia adalah ancaman terhadap dasar negara kita. Jika kita ingin menjaga kedamaian, keadilan, dan keberlanjutan negara ini, kita harus tetap mengakui Tuhan sebagai sumber dari segala yang ada. Negara yang menolak Tuhan adalah negara yang berjalan tanpa arah, dan itulah yang harus kita hindari.