Asumsi Dot Com
Alkisah di waktu yang berbeda ada 2 orang (pria dan wanita) memasuki tempat pelacuran. Apa yang kita pikirkan? Asumsi paling gampang adalah si pria adalah pelanggan lonte. Dan si wanita adalah salah satu lonte di sana. Ini adalah asumsi. Belum tentu benar meski berangkat dari fakta yang benar-benar terjadi. Bisa saja si pria adalah juru dakwah spesialis pelacur. Atau mungkin malah si wanita sang juru dakwahnya. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa mereka adalah utusan polisi untuk mengambil “uang keamanan”. Mungkin juga mereka sama sekali tidak punya hubungan dengan dunia malam. Ternyata mereka cuma orang yang kesasar salah tempat.
Dari sinilah kita belajar vitalnya tabayyun (konfirmasi/cek dan ricek) dan menahan lisan. Apalagi di jaman medsos di mana manusia berlomba-lomba beropini dan berasumsi seolah-olah itu jadi kesimpulan dan kebenaran.
Alangkah bersihnya hati para ulama terdahulu. Ini tercermin dari mindset mereka bahwa ketika melihat orang yang lebih tua, mereka merasa kotor karena merasa amalnya kalah banyak dari orang yang lebih tua. Dan ketika bertemu dengan orang yang lebih muda, mereka tetap merasa kotor karena merasa dosanya lebih banyak dari orang yang lebih muda.
Intinya adalah hati-hatilah dengan hati kita.