Anak dan Muridku (Seharusnya) Bukan Musuhku
Kemarin sempat heboh tentang konsep child-free. Kawin tapi tidak mau punya anak. Lha terus ngapain nikah kalau tidak mau punya anak? Lha wong pasangan gay saja “nikah” terus “punya” anak kok. Tapi dua-duanya sama-sama pandir dan menyesatkan.
Dari sana saya bersyukur jadi manusia normal. Menikah dan punya anak (dan mengajar anak orang lain). Namun saya harus menggugat diri sendiri. Nikmat tersebut masih sering saya kufuri. Anak-anak dan murid-murid masih sering saya marahi. Padahal mereka masih bocil. Saya dzolim, saya jahat. Seharusnya saya marah dengan senyuman. Sebaiknya saya mengumpat dengan doa serta pujian. Tapi lebih baik terlambat daripada membolos. Terus berbenah sebagai orang tua dan guru. Karena anak adalah amanah. Karena mendidik adalah tugas dari langit. Parenting without screaming. Teaching without hating.